Kamis, 10 Oktober 2013

TENTANG PELAYANAN PUBLIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Permasalahan
Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian dirubah menjadi Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penganti Undang Undang No. 5 Tahun 1974, diskusi tentang efektivitas pelayanan publik dalam otonomi daerah menjadi semakin menarik untuk dibicarakan.
Permasalahannya karena sudah 2 (dua) kali perubahan undang-undang tersebut dilakukan, namun peningkatan pelayanan publik publik sebagai sasarannya selalu dipertanyakan, bahkan ada diskusi yang membahas bahwa Undang Undang No. 32 Tahun 2004 perlu lagi perubahan.    
Undang-undang ini merupakan implimentasi pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah propinsi dan propinsi terdiri dari daerah kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam menjalankan otonomi dan tugas perbantuan, kecuali urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain sesuai dengan ketentuan berlaku.
Pada dasarnya, maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemerintahan daerah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan antar susunan pemerintahan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan RI. Dalam berbagai aspek UU No. 32 Tahun 2004 mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara adil dan selaras.
Di samping itu, dalam menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan Otonomi Daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Masalah pelayanan publik di Indonesia masih sangat memprihatinkan, karenanya pemerintah masih perlu membuat strategi dan kebijakan agar dapat memenuhi hak azazi warga negara dan membutuhkan solusi menyeluruh untuk membuat pelayanan publik yang baik. Sebagai gambaran dan fenomena pelayanan publik di Provinsi Sumatera Barat saat ini seperti terlihat rendahnya tingkat kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan di daerah. Indikasi menunjukan bahwa Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubenur Sumatera Barat Nomor 74 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006 - 2010 menempatkan hal ini sebagai skala prioritas utama.  Dalam bagian IV, (Agenda penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih Bab II diatur tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik) yang  menerangkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi dalam pembinaan pelayanan publik masih banyak  permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan seperti : belum kompetitif, transfaran dan akuntabilitas proses pelayanan publik, rendahnya etos kerja aparatur, pelayanan publik belum didukung oleh teknologi informasi serta belum ada instrumen yang jelas untuk mengevaluasi kualitas pelayanan.
Sasaran yang hendak dicapai dalam peningkatan kualitas pelayanan publik tahun 2006-2010 ke depan adalah :
1.        Terlaksananya pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan standar layanan yang ditetapkan.
2.        Tercapainya transparansi dalam proses pelayanan publik.
3.        Meningkatnya etos kerja, profesionalisme dan kompetensi aparatur.
4.        Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik.
5.        Meningkatnya pengguna teknologi informasi dalam pemberian pelayanan publik.
6.        Meningkatnya peran masyarakat terhadap penilaian kinerja aparatur pelayanan publik.
Dalam RPJMD tersebut  ditetapkan arah kebijakan, program pengembangan pelayanan publik dan pengembangan partisipasi publik (masyarakat) yang berada dalam agenda penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih bersamaan dengan sub-sub agenda lainnya, yaitu : peningkatan kemampuan pemerintah daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, pembangunan hukum dan perlindungan hak azazi manusia, peningkatan keamanan dan ketertiban.
Dengan demikian "masalah" Pelayanan publik sudah diakomodir dalam suatu konsepsi dan strategi kebijakan untuk  kurun waktu 2006-2010 mendatang yakni dengan isu bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut dari tahun ke tahun yang disinyalir seakan-akan berjalan di tempat.
Berdasarkan fakta dalam RPJMD Propinsi Sumatera Barat, betapa rendahnya kualitas pelayanan publik tersebut, salah satu diantaranya terdapat pada Perangkat Daerah/Dinas (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Fakta lain menjelaskan, walaupun jumlah penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung menunjukan peningkatan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan daerah, pencapaian hasil relatif masih dibawah target.  Khususnya pencapaian target (realisasi) penerimaan pajak daerah dari sub-sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
Bertitik tolak dari fakta dan kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan ilmiah dengan menyingkap dan menganalisanya secara mendalam dengan penekanan yang diarahkan kepada peningkatan pelayanan publik terutama terhadap sub sektor pajak daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor melalui Dinas Pendapatan Daerah Cq. UPTD Pelayanan Pendapatan Provinsi Sumatera Barat di Padang, melalui Kantor Bersama SAMSAT.
Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja. Dengan adanya 3 unit kerja masalah yang ditemukan dalam pelayanan adalah bertemunya 3 (tiga) kepentingan yang berbeda yang saling membutuhkan dan saling berhubungan, namun menyatu dan saling berkaitan (Simbiose Mutualistis).
Ketiga unit kerja ini sama-sama bertujuan memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat. Pihak Pemda dalam memberikan pelayanan bertujuan untuk peningkatan penerimaan daerah yang diperlukan bagi keperluan dana pembangunan yang berasal dari sumber-sumber PAD, sedangkan di pihak lain Polda lebih berkepentingan dalam masalah pengidentifikasian kepemilikan dan keamanan.
Pengelolaan kebijakan melalui Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) sudah sesuai dengan maksud Undang Undang 32 Tahun 2004, namun efektivitas keberadaan pola dan sistem SAMSAT masih perlu penyempurnaan.  Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian karena sepengatahuan penulis belum ada yang menelaahnya, terutama bila dikaitkan dengan suasana dan nuansa tuntutan tatanan Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good Governance and Clean Government). Penulisan dan penganalisaan mempedomani teori-­teori menurut Ilmu Hukum Administrasi Negara, dikaitkan dengan aspek normatif dari berbagai ketentuan peraturan perundangan dengan judul : Efektivitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Barat (Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara).

B.     Rumusan Permasalahan
Adapun pokok bahasan penelitian ini, akan ditinjau dari perspektif Hukum Administrasi Negara yakni :
a.       Sejauh mana pelayanan publik di bidang perpajakan pada Dispenda cq. UPTD Pelayanan Pendapatan Prop. Sumbar di Padang melalui Kantor Bersama Samsat terhadap Pengelolaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB dan BBN­-KB) efektivitasnya (efektif dan efisien) mewujudkan "Pemerintahan Yang Baik dan Bersih (Good Governance and Glean Government)?
b.      Faktor-faktor dominan apa saja yang mempengaruhi efektivitas pelayanan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada wajib pajak agar sejalan dengan peningkatan pemasukan pendapatan daerah (pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi?
C.    Tujuan Penelitian
Mengetahui efektivitas pelayanan umum yang diberikan  oleh instansi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Cq. Dinas Pendapatan Daerah cq. UPTD PPP di Padang, melalui kantor bersama SAMSAT kepada wajib pajak (masyarakat pemilik kendaraan bermotor).
Mengetahui peranan dan fungsi UPTD PPP di Padang dalam mengelola kewenangannya dalam mengelola sumber pendapatan daerah yang menjadi tugas dan urusan sesuai dengan kewenangan dalam kompetensi wilayah administratifnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

D.    Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk pengembangan Hukum Administrasi Negara di Bidang Tata Pemerintahan Daerah pada umumnya, serta Hukum Perpajakan/Pajak Daerah pada khususnya.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan sebagai kontribusi sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kinerja SKPD serta kualitas kerja aparat pemerintahan daerah dalam memberikan pelayanan publiknya kepada wajib pajak/masyarakat.

E.     Kerangka Teoritis dan Konseptual
1        Kerangka Teoritis
1)      Otonomi Daerah
Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bias hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat.
Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakekatnya adalah untuk memperkecil intevensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam Negara Kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di Negara federal, dimana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian.
Secara normatif, penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pihak lain (pemerintah daerah) untuk dilaksanakan disebut dengan desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu system yang dipakai dalam system pemerintahan merupakan kebalikan sentralisasi. Dalam system sentralisasi, kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat.
Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang menganut prinsip pemencaran kekuasaan secara vertikal, membagi kewenangan kepada pemerintah daerah bawahan dalam bentuk penyerahan kewenangan. Penerapan prinsip ini melahirkan model pemerintahan daerah yang menghendaki adanya otonomi dalam penyelenggaraannya. Dalam sistem ini, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak. Penerapan pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah, antara negara yang satu dengan negara yang lain tidak sama, termasuk Indonesia yang menganut negara kesatuan.
Philip Mawhood menyatakan desentralisasi adalah pembagian dari sebagian kekuasaan pemerintah oleh kelompok yang berkuasa di pusat terhadap kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otorisasi dalam wilayah tertentu suatu negara.
Sementara itu, B.C. Smith mendefenisikan desentralisasi sebagai proses melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan terdapatnya pendelagasian kekuasaan (power) kepada pemerintah bawahan dan pembagian kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat diisyaratkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Daerahseagai wujud pelaksanaan desentralisasi.
Tujuan desentralisasi secara umum oleh Smith dibedakan atas 2 (dua) tujuan utama, yakni tujuan politik dan ekonomis. Secara politis, tujuan desentralisasi antara lain untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, dan untuk mempertahankan integritas nasional. Sedangkan secara ekonomi, tujuan desentralisasi, antara lain adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di daerah.
Sedangkan D. Juliantara, dkk memberikan pengertian desentralisasi dengan merujuk pada asal katanya, bahwa istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de artinya lepas dan centrum artinya pusat. Lebih jauh ia menyebutkan desentralisasi yang dimaknai dalam konteks yang lebih luas, bahwa konstek negara-negara demokrasi modern, kekuasaan politik diperoleh melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara regular dan serentak di setiap daerah untuk memberikan legitimasi terhadap tugas dan wewenang lembaga-lembaga politik di tingkat nasional dan juga di tingkat local sendiri. Dengan kata lain, kekuasaan pemerintah daerahlah yang memintah dan menarik kembali sebagian kewenangan yang telah diberikan kepada pemerintah pusat, bukan karena kebaikan hati pemerintah pusat.
Dengan demikian jelaslah, bahwa desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah dan bahkan kadangkala sulit untuk membedakan pengertian diantara keduanya secara terpisah. “Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu sama lainnya. Lebih spesifik, ungkin tidak berlebihan ila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh beberapa jauh wewenang yang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Itulah sebabnya, dalam studi Pemerintahan Daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan, interchange”.
Adanya otonomi daerah dalam negara, dilatarbelakangi oleh pengalaman masa lalu dimana keberadaan negara hanya dianggap sebagai instrument oleh kaum kapitalis. Kondisi ini kemudian melahirkan konsep Marxis tentang Instrumental State. Demikian halnya paham Sosialis yang menghendaki adanya otonomi dari pengaruh partai politik (partai komunis) yang cenderung mengintervensikan kehidupan negara. Dalam hubungan ini negara menginginkan otonomi untuk memperkecil dan bahkan menghilangkan pengaruh-pengaruh ataupun intervensi kaum-kaum kapitalis dan sosialis. Berbeda halnya dengan pemberian otonomi dengan pemerintah local, yaitu untuk memperbesar kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Oleh karena itu, keperluan otonomi di tingkat local pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, di mana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian.
Reuter, mengemukakan, desentralisasi adalah sebagian pengakuan atas penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dalam pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi. Dalam hal itu Rondineli, mengatakn bahwa desentralisasi dari arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah.
Koeswara, mengemukakan, bahwa pengertian desentralisasi pada dasarnya mempunyai makan bahwa melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semua termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintahan di daerah.
Prakarsa untuk menemukan prioritas, memilih alternatif dan mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya, baik dalam hal menentukan kebijaksanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan sepenuhnya diserahkan kepada daerah.
Lebih dalam lagi, bila kita cermati prinsip-prinsip hukum dalam pengelolaan masalah-masalah bangsa (nation affairs) ke depan governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif dan efisien serta aspiratif yang didasarkan kepada transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat serta rule of law.
Oleh karena itu pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah layanan tersebut perlu memperhatikan prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumber daya yang dimiliki, seperti prinsip good governance, subsidiarity, equity, privaty use, prier appropriation (first in time, first in right), sustainable development, good sustainable development govermance  dan participatory development.
Menurut peneliti prinsip subsidiarity dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan dan tepat dipedomani dan diterapkan dalam pengelolaan sumber daya pendapatan daerah, karena menurut teori subsidiarity secara lugas dan tegas dikatakan bahwa kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah tingkat lebih atas (pusat) kepada pemerintah tingkat lebih rendah (seperti provinsi dan atau kabupaten/kota) akan dapat ditarik kembali oleh tingkat lebih atas bila ternyata tingkat lebih rendah yang menerimanya tidak dapat melaksanakan kewenangan (urusan/administrasi)-nya sebagai mana mestinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan pemerintah provinsi dalam menjalankan urusan otonomi daerahnya di bidang perpajakan including/ termasuk di dalamnya pemberian pelayanan publik yang baik terhadap wajib pajak sektor tertentu jelas akan menjadi ukuran tingkat kemampuan yang realistas bagi suatu pemerintah provinsi tersebut.
Artinya bila pemerintah provinsi ternyata tidak mampu mengelola kewenangan dan administrasi pengelolaannya dengan baik, maka pemerintah pusat memiliki otoritas penuh untuk menarik kembali penyerahan/pemberian kewenangan untuk mengelola urusan seperti kewenangan mengelola/memungut pajak daerah tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa salah satu tujuan otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik. Untuk itu dengan desentralisasi diharapkan daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah di era otonomi, diharapkan akan lebih baik dan aspiratif, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran dari kemandirian daerah adalah agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kertergantungan daerah terhadap pusat dalam pengambilan berbagai keputusan publik diminimalkan. Diharapkan keputusan publik yang dibuat oleh daerah bagi kepentingan masyarakatnya akan lebih cermat, lebih tepat dan lebih cepat atau dengan kata lain pelayanan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Kemandirian daerah ini adalah dimaksudkan untuk tujuan pemberian pelayanan yang efisien, partisipatif dan akhirnya peningkatan daya saing daerah. Keputusan publik yang cermat, tepat dan cepat itu adalah merupakan cerminan dari efisiensi pelayanan. Pendirian sebuah sekolah dikatakan efisien bila daya tampungnya terpenuhi. Keputusan pembuatan jalan raya efisien bila jalan tersebut bermanfaat oleh masyarakat yang ada di sekitarnya. Begitu juga halnya dengan pendirian rumah sakit pada lokasi tertentu.
Dalam rangka itu reposisi daerah hendaknya dipahami sebgai upaya mengaktualisasikan berbagai potensi dan aspirasi masyarakat daerah, sehingga rakyat di daerah dapat mengekspresikan kepentingan dan kehendaknya. Untuk itu pemerintah daerah perlu menyusun kerangka kerja yang memungkinkan terserapnya berbagai potensi dan aspirasi rakyat terutama prinsip pelayanan.
Mengingat tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga sistem ketertiban di dalam masyarakat, sehingga bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintah diadakan tidaklah untuk melayani dirinya sendiri tetapi juga untuk melayani masyarakat, dalam mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Untuk mencapai pelaksanaan pelayanan umum tersebut dibutuhkan oaparatur yang berkualitas, memiliki kemampuan dalam melayani, memenuhi kebutuhan, menanggapi keluhan masyarakat secara memuaskan, sesuai dengan ekspektasi (harapan) mereka melalui kebijaksanaan, perangkat hukum yang berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian, pengaturan agar kekuatan sosial dan aktivitas masyarakat tidak membahayakan negara dan bangsa.
Teori pemerintahan modern mengajarkan bahwa untuk mewujudkan good governance perlu dijalankan desentralisasi pemerintahan. Dengan desentralisasi pemerintahan maka pemerintahan akan semakin dekat dengan rakyat. Asumsinya pemerintahan yang dekat denagn rakyat, maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, inovatif, akomodatif dan produktif. Ryaas Rasyid mengatakan ”the closer givernment, the better it service”. Dalam desentralisasi terkandung makna otonomi dan demokratisasi. Dua kata tersebut yakni otonomi dan demokrasi tidak mungkin dipisahkan, ia ibarat dua sisi mata uang yang satu dan yang lain saling memberi nilai. Otonomi tanpa demokratisasi merupakan suatu keniscayaan dan sebaliknya demokratisasi tanpa otonomi adalah kebohongan. Dalam sejarah otonomi di Indonesia sejak kemerdekaan memang sarat dengan kebohongan. Yuridis formal dalam undang-undang pemerintahan daerah otonomi diakui, tetapi dalam implementasinya terjadi pemasungan-pemasungan melalui filter-filter yuridis peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut, akibatnya kemandirian dan otoaktivitas daerah menjadi tersumbat. Hal itulah yang kemudian melahirkan resistensi daerah terhadap pusat yang sangat menguras energi menyelesaikannya. Adanya otonomi kebijakan otonomi khusus bagi Propinsi Aceh dan Irian Jaya memang lahir di tengah derasnya tuntutan disintegrasi. Hal itu jika pusat menyadari secara filosofis dan sosiologis otonomi yang dibangun bikan linear atau simetris tetapi suatu asymmetric decentralization.
2)      Pelayanan Umum
Pelayanan pemerintahan daerah merupakan tugas dan fungsi utama pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan tugas pemerintahan secara umum, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat, maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN/BUMD. Ketiga komponen yang menangani sektor publik tersebut menyediakan layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan ketertiban, bantuan sosial dan penyiaran. Dengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara/daerah dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama : 1) memberikan pelayanan (service) baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak, 2) melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan (protective) masyarakat. Sebagai fungsi public services, pemerintah wajib memberikan pelayanan publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang perorangan misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, Sertifikat tanah, paspor, surat izin dan keterangan. Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar, waduk, taman nasional, panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat pedagang kaki lima dan lain-lain.
Oleh karena itu pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan perorangan dengan biaya murah,  cepat dan baik, harus mendapatkan pelayanan yang sama. Disamping itu juga harus diperlakukan oleh petugas dengan sikap yang sopan dan ramah. Semua orang tanpa kecuali baik kaya, miskin, pejabat, orang biasa, orang desa atau kota, harus diperlakukan sama.
Tidak boleh dibeda-bedakan baik dengan sikap, biaya maupun waktu penyelesaian. Pelayanan pemerintah daerah kepada khalayak juga harus adil dan merata. Pemerintah Daerah tidak boleh menganakemaskan atau menganaktirikan kelompok masyarakat tertentu, sehingga yang satu diberi lebih dan yang lain diberi sedikit.
Dengan demikian pelayanan publik oleh pemerintah daerah harus dapat memuaskan publik. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa diukur dengan indikator-indikator : mudah, murah, cepat, tidak berbelit, petugasnya murah senyum, petugasnya membantu jika ada kesulitan, adil dan merata serta memuaskan.
3)      Kualitas Pelayanan
Vincent Gesperz, mengemukakan bahwa kualitas pelayanan, meliputi dimensi-dimensi berikut :
-          Ketaatan waktu pelayanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses
-          Akurasi pelayanan, berkaitan dengan keakuratan pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.
-          Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, berkaitan dengan prilaku orang-orang yang berintegrasi langsung kepada pelanggan eksternal.





 smua file word (doc) 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar