PENDEKATAN DAN TEORI – TEORI IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK
DISKRIPSI
DAN RELEVANSI
Bab
ini akan dielaborasi berbagai pendekatan dan teori-teori Implementasi Kebijakan
Publik, mulai dari awal studi ini bermula, hingga yang relatif paling akhir
(mengingat pandangan ‘postmodern” di negara negara maju, tempat pendekatan dan
teori-teori implementasi bermula, makin menguat akhir-akhir ini dan menganggap
kajian mengenai implementasi kebijakan publik – khususnya yang menyangkut peran
pemerintah – agak ketinggalan jaman). Pada negara-negara Barat pandangan
tersebut masuk akal sebab peran negara pada peri kehidupan masyarakat juga
makin mengecil. Sektor Privat sering lebih mampu menyediakan layanan publik
yang lebih baik daripada pemerintah. Namun pada negara berkembang seperti
negara kita, kajian tersebut masih sangat penting. Pemerintah masih memegang
‘leading sectors’ dan masih dianggap sebagai penanggung-jawab utama untuk
mensejahterakan masyarakat melalui kebijakan-kebijakannya.
Pada
bab ini akan dapat dipelajari berbagai pendekatan dan teori implementasi yang
pernah sangat mempengaruhi implementasi kebijakan publik di negara-negara maju,
dan mengambil manfaat dan pengalaman darinya untuk memperbaiki
implementasi di negeri kita. Sekalipun perlu ditekankan bahwa tidak akan pernah
ada pendekatan/teori yang cocok untuk segala situasi kebijakan, mengingat isi
kebijakan yang begitu luas, konteks kelembagaan dan lingkungan yang begitu
beragam. Namun setidaknya dapat membantu mahasiswa menganalisis implementasi
kebijakan di Indonesia, mampu memberikan rekomendasi, serta mungkin dapat
mendorong mahasiswa suatu saat kelak menghasilkan pendekatan-pendekatan dan
teori-teori implementasi yang khas Indonesia.
Bahasan
dalam bab ini juga terkait dengan bahasan-bahasan dalam Teori Politik; Teori
Organisasi, Teori Manajemen, serta Teori Kebijakan Publik pada umumnya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
- Mahasiswa mengetahui dan memahami berbagai pendekatan dan teori-teori implementasi kebijakan publik
- Mahasiswa mampu memahami perbedaan, persamaan, kelebihan dan kelemahan, serta ciri khas dari masing-masing pendekatan dan teori-teori implementasi.
- Mahasiswa mampu membedakan penggunaan pendekatan dan teori implementasi yang tepat untuk masing-masing situasi implementasi kebijakan publik.
- Mahasiswa mampu menganalisis kasus dan situasi implementasi kebijakan publik menggunakan pendekatan dan teori yang sesuai.
PENGANTAR
Studi
Implementasi secara sungguh-sungguh dianggap muncul pertamakali pada
tahun 1970-an saat Jeffrey Pressman & Aaron Wildavsky (1973) menerbitkan
bukunya yang sangat berpengaruh : Implementation, dan Erwin
Hargrove (1975) dengan bukunya The Misssing link : The Study of
Implementation of Social Policy yang mempertanyakan “missing link”
antara formulasi kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan dalam studi
Kebijakan publik. Sejak saat itu studi tentang Implementasi mulai marak,
terutama karena fakta menunjukkan berbagai intervensi pemerintah untuk
mengatasi masalah-masalah sosial terbukti tidak efektif.
Hargrove
menyatakan menyatakan selama ini studi tentang Public Policy hanya menitik
beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi –studi tentang
evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan-permasalahan pengimplementasian. Proses
administrasi antara formulasi kebijakan dan hasil kebijakan dianggap sebagai
kotak hitam (black box) yang tidak berhubungan dengan kebijakan
(terutama karena budaya administrasi di negara Inggris yang bersifat relatif
tertutup) Sampai akhir tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa
mandat politik dalam policy sudah sangat jelas dan orang-orang administrasi
akan melaksanakannya sesuai dengan yang diinginkan oleh “bos” mereka.
Dua
perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan sejauhmana
implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, Yakni apakah suatu kebijakan
dibuat oleh Pusat dan diimplementasikan oleh Daerah (bersifat Top-Down) atau
kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang
akan menjadi para pelaksananya (Bottom-Up). Padahal persoalan ini hanya
merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana
mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat
kompleks, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor
yang terlibat di dalamnya.
Para
penulis studi implementasipun memiliki keragaman tanggapan atas kekompleksan
variabel yang terlibat di dalamnya. Ada penulis yang cukup berani
menyederhanakannya dengan mengurangi variabel variabel tersebut, namun ada pula
yang mencoba mengembangkan model studi implementasi dengan memperhitungkan
seluruh variabel yang teridentifikasi dalam studi mereka. Oleh karenanya dalam
Studi Implementasi pretensi untuk mengembangkan suatu teori implementasi yang
bersifat umum (Grand Theory) yang dapat berlaku untuk semua kasus, di semua
tempat dan waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan tak
lebih hanya akan menjadi teori “tindakan” atau teori “melaksanakan” bukan
teori Implementasi Kebijakan.
Secara
umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam teori Implementasi ini berkaitan
dengan :
- Keragaman issu-issu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana.
- Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas menyangkut pertanyaan sejauhmana generalisasi dapat diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan dengan cara yang berbeda bergantung pada sistem politik serta kemampuan sistem administrasi negara yang bersangkutan.
Kendati
demikian, manfaat teori atau model-model implementasi kebijakan yang berkembang
pesat sejak tahun 1970-an sampai pertengahan 1980-an ini cukuplah besar,
setelahnya mengalami kemunduran dan tak ada lagi pendekatan-pendekatan baru
yang dihasilkan. Darinya kita dapat mengelaborasi dan memperoleh gambaran
mengenai faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengelola proses
implementasi agar dapat meningkatkan keberhasilannya dalam mencapai tujuan
kebijakan.
III.1.
SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI IMPLEMENTASI
Sejarah
perkembangan studi implementasi baru dimulai sekitar tahun 1970 -an ketika
perkembangan dalam studi kebijakan mengalami pergeseran minat, dari focus
kepada ujung depan dari proses kebijakan, yakni : keputusan (politik) menjadi
focus kepada tahap paska keputusan. Jika semula begitu banyak perhatian dan
kajian yang dilakukan untuk menjawab seberapa rasional terbuka dan adilkah
keputusan tersebut dan bagaimana pengetahuan terbuka dan adilkah keputusan
tersebut dan bagaimana penegtahuan dapat menyempurnakannya? maka kajian
kemudian beralih untuk menjawab apa yang sesungguhnya terjadi setelah
keputusan/ kebijakan disyahkan dan bagaimana pengetahuan dapat meningkatkan
hasilnya. Maka dimulailah era studi implementasi.
Karya
yang dianggap mengawali era studi implementasi adalah tulisan Pressman dan
Wildavsky “Implementation” pada tahun 1973. Tulisan mereka membahas tentang
implementasi program pembangunan ekonomi perkotaan di Aucland USA, dengan
mewancarai aktor pelaksana dan mengkaji dokumen – dokumen kebijakan untuk menemukan
hal – hal yang tidak beres. Hasilnya adalah suatu pendekatan yang bersifat
rasional perspektif dengan model sudut pandang Top-down. Tumbuhnya model
rasional perspektif sebagai tonggak awal studi implementasi adalah sangat wajar
mengingat kebutuhan saat itu adalah untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak
kebijakan mengalami kegagalan saat diimplementasikan dan bagaimana menghasilkan
suatu formula implementasi yang tingkat kegagalannya rendah.
Model
sudut pandang Top-down yang rasional perspektif ini tak lama kemudian
mendapatkan kritik bertubi – tubi. Kritik pertama adalah bahwa pandangan ini
masih terlalu menitik beratkan pada sudut pandang pembuat kebijakan. Bahwa
dengan menyediakan prasyarat – prasyarat sukses sebuah implementasi yang telah
dihitung dan dianalisis dengan cermat oleh pembuat kebijakan dan pelaksana
tingkat atas (high level bureaucrazy), maka kebijakan dengan sendirinya akan
lebih berhasil dalam implementasinya. Pendekatan ini melupakan peran pelaksana
tingkat bawah yang pada kenyataannya justru lebih banyak berperan.
Kritik
kedua adalah bahwa pendekatan perspektif untuk persoalan implementasi hanya
akan dapat bersifat terbatas pada ruang dan waktu serta permasalahan yang
serupa. Padahal sebagaimana diketahui variasi masalah kebijakan yang luas,
serta ruang dan waktu pemerintahan yang berbeda, akan memebawa perbedaan pula
dalam cara pemecahan masalahnya. Oleh karena itu model Top-down kemudian
diikuti oleh model sudut pandang Bottom-up dan model Sintesis.
Model
Bottom-up yang dikomandani oleh Michael Lypsky melalui bukunya yang baru
diterbitkan tahun 1980. pendekatan Bottom-up ini terutama merupakan kritik atas
pandangan model Top-down yang menafikan kontribusi peran pelaksana tingkat
bawah (street level beaurocrazy) pada proses implemesi. Pada sudut pandang ini
juga lebih dipertegas bahwa proses politik bukan hanya tidak berhenti saat
kebijakan sudah diputuskan, tapi juga tetap berlangsung pada level pelaksana
tingkat bawah yang banyak menentukan tingkat keberhasilan implementasi. Dengan demikian
perlu mempertimbangkan apa yang menjadi aspirasi, tujuan dan kebutuhan para
pelaksana termasuk kesulitan – kesulitan yang mereka hadapi. Karena apa yang
menjadi masalah dalam proses implementasi bisa tampak berbeda dari perspektif
level yang berbeda. Atau dengan kata lain antisipasi yang sudah dilakukan
pada masalah – masalah implementasi yang akan dan dapat terjadi dari Top Level
perspektif, bisa berlainan saat implementasi running up di tingkat bawah.
Sudut
pandang Model Sintesis muncul sekitar tahun 1982 dengan tokohnya yang popular
Randall P. Ripley & Grace Franklin. Model Sintesis ini memadukan kedua
model sebelumnya (Top-down dan Bottom up) dengan tekanan utama yang bisa
beragam, mulai pada jaringan interaksi antar aktor pelaksana sampai pada pendekatan
sosiologis, dll, karenanya dalam beberapa literature juga disebut sebagai teory
atau model Hybrid. Model sintesa/ hybrid ini pada hakekatnya ingin menegaskan
bahwa tidak ada model perspektif yang bisa diterapkan pada setiap masalah
implementasi. Tiap katagori kebijakan memiliki kekhasan tersendiri, sehingga
pendekatannya pun harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Model sintesa ini
sangat beragam mulai dari yang hanya mengemukakan variable yang dianggap
mempengaruhi implementasi. Kategori model sintesis ini sungguhnya dilakukan
hanya untuk memeprmudah pengkatagorian berbagai pendekatan studi implementasi
yang muncul belakangan.
Hasil
pemikiran yang berbeda-beda sebagaimana tersebut diatas memang tak pelak pasti
muncul mengingat studi implementasi tumbuh dari berbagai hasil penelitian
mengenai praktek implementasi pada era yang berbeda-beda, dan dengan fokus
perhatian yang berbeda-beda pula. Oleh Gogin dkk (1990) perbedaan era dan fokus
tersebut dikatagorikan sebagai berikut:
1.
Fokus Penelitian generasi pertama
a.
Bagaimana suatu aturan diujudkan sebagai hukum dan bagaimana suatu hukum
dijadikan program
b.
Menguraikan sifat kerumitan dan dinamika proses implementasi
c.
Menekankan pentingnya subsistem kebijakan
d.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil suatu program
e.
Mendiagnosis beberapa penyakit yang sering mengganggu proses implementasi
2.
Fokus Penelitian generasi kedua:
a.
Jenis dan isi kebijakan
b.
Organisasi pelaksana dan sumberdaya
c.
Pelaksana kebijakan : sikap, motivasi, hub antar pribadi, komunikasi dsb
d.
Hasil : pengakuan bahwa implementasi bisa berubah setiap saat, identifikasi
faktor penentu keberhasilan, berbagai persoalan yang muncul, dsb.
3.
Fokus Penelitian generasi ketiga:
a.
Bentuk komunikasi antar lembaga pemerintahan
b.
Penyusunan desain penelitian
c.
Mengkaji variabel-variabel prediktor dalam implementasi
Wayne
Parsons memberikan gambaran yang lebih rinci tentang perkembangan studi
implementasi, yang bukan baru dimulai saat model rasional top-down muncul, tapi
bahkan jauh sebelumnya. Berikut ini garis besar perkembangan studi implementasi
berikut tokoh dan karyanya yang ia paparkan:
- 1940 –an karya Sleznick tentang TVA, yakni ‘penemuan” tahap implementasi.
- Analisis kegagalan : Derthick (1972): Pressman dan Wildavsky (1973), Bardach (1977) yang menganalisis mengapa kebijakan gagal dilaksnaakan sehingga pula mencapai tujuannya.
- Model rasional (Top-down) untuk mengidentifikasikan factor-faktor yang menjadikan implementasi berhasil: Van Meter dan Van Horn (1975): Hood (1976), Gunn (1975), Sabatier & Mazmanian (1979).
- Kritik Bottom-up terhadap model top-down dalam hal pentingnya factor lain dan interaksi organisasional : Lipsky (1971), Wetherley & Lipsky (1977), Elmore (1978, 1979), Hjern et al. (1978).
- Teory Hybrid/Sintesa : Implementasi sebagai evolusi (Majone & Wildavsy, 1978): sebagai pembelajaran (Browne & Wildavsky, 1984): sebagai kontinum kebijakan tindakan (Lewis & Flynn, 1978, 1979: Barret & Fudge, 1981): sebagai analisis interorganisasional (Hjern, 1982, Hjern & Porter, 1981): implementasi dan tipe kebijakan (Ripley & Franklin 1982): sebagai bagian dari subsistem kebijakan (1986 an) dan sebagai manajemen sector publik (Hughes, 1994) dalam (Parsons, 464 – 465).
Berikut
ini berberapa dari berbagai pendekatan atau model yang dikembangkan selama
tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an, dari yang bersifat Top-down;
Bottom-up hingga sistesa antara keduanya. Hal yang perlu diingat bahwa beberapa
nama yang tadinya dikenal sebagai penganut sudut pandang tertentu, seperti
Wildavsky, Bardach, Paul Sabatier dan lain – lain, pada karya – karya
selanjutnya mulai bergeser pada sudut pandang yang lebih bersifat sintesis,
sebagai konsekuensi logis perkembangan studi yang mereka lakukan.
III.2.
PENDEKATAN RASIONAL TOP-DOWN
Pendekatan ini yang pertamakali muncul saat
studi Implementasi mulai menjadi kajian serius sekitar awal tahun 1970an.
Pendekatan ini bersifat top-down, yang mengasumsikan bahwa apa yang sudah
diputuskan (policy) adalah alternatif terbaik, dan agar mencapai hasil
maka kontrol administrasi dalam pengimplementasiannya adalah hal mutlak. Ciri
dari pendekatan ini adalah memandang proses pembuatan Kebijakan sebagai suatu
proses yang berlangsung secara rasional dan Implementasi UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar