Senin, 28 Oktober 2013

PERAN PEMERINTAH DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK



PERAN PEMERINTAH DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Menurut Fadilah Putra (2001), kebijakan publik adalah sesuatu yang dinamis dan kompleks bukannya sesuatu yang kaku dan didominasi oleh para pemegang kekuasaan formal semata, namun kebijakan publik kembali ke makna dasar demokratiknya, yaitu kebijakan yang dari, oleh dan untuk publik (rakyat).
Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, yang disempurnakan dengan Undang-Undang proses desentralisasi menghendaki kekuasaan terdistribusi hingga ke lapisan bawah di masyarakat. Menurut Sudantoko (2003) Desentralisasi menjanjikan banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di tingkat lokal.
Untuk mengimplementasikan kebijakan publik yang sesuai dengan makna dasarnya yakni dari, oleh dan untuk rakyat diperlukan implementasi yang sesuai dengan keadaan masyarakat setempat melalui desentralisasi yang diwujudkan perannya oleh pemerintah daerah yang dianggap lebih mengenal dan lebih dekat dengan masyarakat lokal.
Menurut Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat tidak menguasai dengan penuh, namun hanya sebatas memberi arahan, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian setiap kebijakan nasional harus diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Implementasi tidak hanya dalam bentuk menterjemahkan kebijakan dalam suatu pedoman teknis, tetapi juga dengan memperhatikan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Agar pemerintah daerah dapat mengimplementasikan Kebijakan nasional diperlukan pemahaman terhadap isu strategis yang hendak diaturnya, hal ini terkait dengan persepsi dari aparat pemerintah daerah terhadap isu strategis tersebut. Tentang persoalan pemahaman pemerintah daerah atau dikenal dengan persepsi sebenarnya merupakan bidang psikologis yang memiliki dimensi kerumitan tinggi. Pembongkaran kerumitan variabel psikologis berkaitan dengan persepsi, sebagaimana sikap dan kepribadian, merupakan pekerjaan yang berat dan besar. Persepsi yang sederhananya dimengerti sebagai ”proses kognitif seseorang untuk menafsirkan dan memahami lingkungannya” pada intinya merupakan bagian dari tafsiran pribadi. Oleh karena itu individu yang berbeda akan memberi makna berbeda terhadap obyek yang sama.
Karena persepsi yang berkaitan erat dengan kognisi atau pengetahuan, maka pengalaman individu akan memegang peran penting dalam proses penafsiran obyek. Secara simultan, persepsi akan mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus, yang pada akirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap seseorang. Adanya potensi ketidakseimbangan antara cakupan persepsi tersebut, maka tidak mengherankan apabila sering muncul kesalahan seseorang dalam mempersepsikan obyek tertentu. Individu cenderung menginterpretasikan obyek sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson Ivancevich Donnelly, 1895: 58-61).
Persepsi demikian penting dan memiliki relevansi mendasar dalam kaitannya dengan perilaku organisasi, sebagaimana organisasi pemerintah daerah. Namun demikian yang pertama perlu difahami tentang persepsi adalah, bahwa persepsi tidak mungkin dapat berdiri sendiri tanpa adanya keterjalinan dengan komunikasi. Dengan demikian antara persepsi dan komunikasi terjalin suatu interdependensi yang kuat. Agar lebih jelas perlu dikemukakan terlebih dahulu makna persepsi dan komunikasi sebagai berikut:
Persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain.
Persepsi pada dasarnya terbentuk karena adanya kolaborasi antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan proses pemahaman didalam sistem nilai, tujuan, kepercayaan dan penilaian atas hasil yang dicapai. Sedangkan faktor eksternal berarti lingkungan yang mempengaruhi. Kolaborasi antara faktor internal dan eksternal yang pada gilirannya melahirkan persepsi, hanya dapat mungkin berlangsung dalam suatu proses yang dinamakan komunikasi. Demikian pula sebaliknya, suatu komunikasi hanya mungkin berlangsung berdasarkan suatu persepsi dari orang-orang yang terlibat (Miftah Thoha, 1983: 145)
Berdasarkan pemahaman tersebut ternyatalah bahwa persepsi sebenarnya merupakan suatu kegiatan interpretatif terhadap situasi sehingga tidak dapat dikatakan sebagai kebenaran atas situasi. Sebagai suatu proses yang sangat kompleks, persepsi dapat menghasilkan suatu kesimpulan atas suatu realitas yang kemungkinan sangat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya. Meskipun persepsi sangat tergantung pada penginderaan sebagaimana dipahami dalam batasan persepsi, namun persepsi tidak sama dengan penginderaan. Proses persepsi lebih luas dan rumit dibanding penginderaan, karena persepsi secara kognitif dapat melakukan aktivitas seleksi, penyusunan, penyederhanaan, pengubahan dan penafsiran terhadap data. Atau dengan kata lain melalui proses persepsi, maka proses penginderaan dapat dimanipulasi dalam bentuk penambahan-penambahan ataupun pengurangan-pengurangan (Miftah Thoha, 2004: 159).
Pada sisi lain, persepsi juga berkaitan langsung dengan motivasi. Persepsi yang merupakan suatu kesadaran kognitif, merupakan penilaian umpan balik dari 








 UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
 smua file word (doc) 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar