Good Governance dan Kinerja Organisasi Publik
Undang-undang
Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang
selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah
mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah
lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis.
Implementasi
kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber
daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang
lebih dari satu dasawarsa ini, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah
muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan
meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik. Berpindahnya sebagian tanggung jawab penyelenggaraan negara
ke daerah ini, tentu saja harus didukung oleh kesiapan daripada stakeholder penyelenggara
daerah.
Mutu
pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara layanan dan kepuasan penerima
layanan menjadi tolok ukur kesuksesan kebijakan desentralisasi. Untuk
dapat mencapai mutu layanan yang terbaik tentunya dibutuhkan perbaikan
terus menerus yang dilakukan secara gradual oleh semua stakeholder salah
satunya adalah dengan mempraktekkan prinsip-prinsip Good Governance.
United
Nation Development Program (UNDP) mendefenisikan governance sebagai
“penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”.
Sehingga
secara sederhana governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan
disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut
eksekutif, karena government hanyalah salah satu dari tiga aktor besar
yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private
sektor dan civil society. Karenanya memahami governance adalah
memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah atau birokrasi, sektor
swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati
bersama.
Lembaga
pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya,
hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam
menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu
berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial
dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya
aktifitas-aktifitas tersebut.
Sehingga
berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka
penambahan kata sifat good dalam governance bisa diartikan
sebagai tata pemerintahan yang baik atau positif. Letak sifat baik atau positif
itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya secara maksimal dari potensi
yang dimiliki dari masing-masing aktor tersebut atas dasar kesadaran dan
kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin dicapai. Berdasarkan pengertian
ini, good governance berorientasi pada :
- Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti : legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing of human rights autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control.
- Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Berkaitan
dengan Good Governance, Mardiasmo (2002;18) mengemukakan bahwa orientasi
pembangunan sektor publik adalah menciptakan Good Governance, dimana pengertian
dasarnya adalah Kepemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk
menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggungjawab sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan
korupsi, baik secara politik maupun administratif.
Dengan
paradigma ini peran serta masyarakat dan swasta dalam pemerintahan akan
semakin besar. Dengan peran yang besar tersebut tentunya mesayarakat, swasta
dan negara harus mempunyai daya yang besar pula untuk dapat menggerakkan peran
yang besar tersebut. Dalam menyelenggarakan good governance peran
pemerintah atau Negara dengan sendirinya mengalami pergeseran yang tadinya
adalah sebagai rowing atau sebagai penggerak berubah menjadi steering
atau pengendali dan akhirnya sebagai serving atau pemberi layanan
terhadap kebutuhan masyarakat. Negara dan swasta akan bersama-sama
memberikan pelayanan terhadap berbagai kebutuhan masyarakat sedangkan dari
masyarakat Negara atau pemerintah dan swasta akan mendapatkan kontrol dan arah
kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Hari
ini implementasi Good Governance dalam penyelenggaran negara dipengaruhi oleh
banyak faktor. Namun demikian salah satu masalah yang sangat mengganggu adalah
ketidak berdayaan pemerintah didalam memberikan pelayanan yang paripurna kepada
semua stakeholder. Dimana penyelenggaraan pelayanan yang dijalankan oleh
organisasi pemerintah masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:
- Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar