DEMOKRATISASI POLITIK
DAN REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK
Sewindu Gerakan Reformasi
Gerakan
reformasi di Indonesia, yang dimotori oleh para mahasiswa, pada lima tahun
pertama (1998-2003) ditandai oleh adanya paradoks antara adanya tuntutan akan
kehidupan yang lebih demokratis di satu sisi dan munculnya anarkisme sosial di
sisi yang lain. Tuntutan terhadap demokrasi, muncul sebagai akibat lahirnya
kesadaran tentang banyaknya hak-hak warga negara yang selama bertahun-tahun diabaikan,
dilanggar, bahkan diinjak oleh rezim yang berkuasa. Kerinduan akan demokrasi juga
lahir dari adanya penolakan terhadap relasi-relasi kekuasaan yang angkuh dan
represif, tentang relasi-relasi ekonomi yang timpang dan jauh dari rasa adil,
serta tentang relasi-relasi sosial dangkal dan penuh ritual kolektif namun
sangat merendahkan martabat manusia sebagai pribadi. Sedangkan anarkisme sosial
terjadi sebagai akibat hancurnya kepastian normatif dan kepantasan berperilaku
di dalam masyarakat, berbarengan dengan runtuhnya rezim dominan yang berkuasa.
Institusi-institusi sosial yang ada dipertanyakan kembali eksistensi dan
relevansinya, sementara institusi-institusi baru belum muncul untuk mewadahi
kearifan-kearifan dan nilai-nilai baru yang lahir bersama dengan perubahan-perubahan
yang terjadi. Dalam sosiologi situasi seperti ini disebut sebagai situasi anomie. Pertanyaan kritis yang
mengganggu selama itu adalah, apakah gerakan reformasi akan berakhir dengan
mengkristalnya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa atau
berakhir dengan anarkisme berkepanjangan dan berakhir dengan kegagalan?
Pada
tahap kedua (2003 – sekarang), euforia
reformasi di jalan raya tampak mulai mereda. Keberhasilan Indonesia
menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung, diakui banyak pihak
termasuk donor internasional, sebagai sebuah keberhasilan politik anak-anak
negeri ini dan menjadi indikasi bahwa reformasi berada di jalur yang
dikehendaki. Yang menarik untuk dicermati adalah, bahwa setelah pemilihan
presiden dilakukan secara langsung dengan mekanisme yang relatif demokratis,
dinamika politik berpindah dari jalan raya, ke dalam ruang-ruang sidang komisi
dan paripurna di dalam gedung Senayan dan Istana Merdeka. Kata reformasi, tidak lagi merupakan
intimidasi, bahkan mereka yang dulu merupakan bagian dari kekuatan yang
pendukung status quo dapat
mengidentifikasi diri sebagai tokoh reformasi tanpa perlu di lakukan ”penelitian khusus”. Di satu sisi,
secara positif hal ini dapat dilihat sebagai sebuah konsolidasi yang dapat
memberi tenaga pada setiap upaya pembaharuan menuju kristalisasi demokrasi. Di
sisi lain, secara negatif hal tersebut dapat dilihat sebagai sebuah kompromi
yang dapat menjadikan reformasi sebagai gerakan setengah hati yang tidak punya
daya dobrak yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan.
Terlepas
dari apa yang baru dikemukakan, saat ini setiap orang dapat menjadi saksi
tentang apa yang sedang terjadi di negeri ini. Dalam bidang hukum,
Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengalami revisi, puluhan undang-undang berhasil
diberlakukan dari yang mengatur soal otonomi sampai masalah pornografi dan
pornoaksi. Bidang ekonomi, khususnya sektor riil, bergerak amat perlahan jika tidak
ingin bicara soal kebangkrutan karena rendahnya daya beli masyarakat dan
semakin berlipatnya jumlah pengangguran. Konsep NKRI dihadapkan pada berbagai
tantangan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. Lepasnya provinsi
ke-27 Timor Timur melalui referendum, begitu pula Gerakan Aceh Merdeka yang
dapat memaksa Jakarta untuk duduk bersama di Helsinki, serta masalah Papua yang
tidak menerima konsep otonomi ala Jakarta. Terakhir negeri ini dihadapkan pada
banyak bencana, dari mulai Alor, Nabire, Aceh, Nias, Jogya dan terakhir di
pantai selatan Jawa, khususnya Pangandaran. Semua itu seolah mau mengatakan,
bahwa keberhasilan mewujudkan proses demokrasi dalam memilih presiden barulah
permulaan. Proses demokratisasi tidak hidup untuk dirinya sendiri, namun masih
harus diuji melalui kemampuannya untuk menjamin dan memberi perlindungan terhadap
hak-hak konstitusional setiap warga negara. Pertanyaannya, langkah-langkah apa
yang harus dilakukan agar proses demokratisasi yang selama ini dilakukan
bermuara pada apa yang dicita-citakan?
Belajar dari Pengalaman Bangsa Lain
UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar