BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paper ini akan membahas secara ringkas, bagaimana korupsi
mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?. Strategi apa yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?, dan bagaimana
multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di
Indonesia?.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh
untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia
bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah,
mengambil mamfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai
strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming
anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap
korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti
Korupsi (KPK). Peraturan perundang-undangan (legislation) yang merupakan
wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai
undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat
disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas
tindak pidana korupsi di negeri ini.
Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi
dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi
akhir-akhir ini. Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku
korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden
Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik
penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri
sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar
seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi
besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
Memahami Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting
Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa
korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua
orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter,
diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak
berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan
bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya
tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi
juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope. Menurut Dieter
Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu
Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek
pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi
kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti
(uncertenly).
Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko
terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi
berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang
harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi
dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Dalam makalahnya, Salmi
juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang
menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some
advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of
an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station
or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the right of others.”
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan
korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto1, Penggiat
ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah
satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita
lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali
beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi
tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN
ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi
dibandingkan Almarhum Prof. Dr. Mubaryanto, merupakan Guru Besar Universitas
Gajah Mada, yang mengabdikan dirinya pada pengkajian ekonomi rakyat melalui
konsepsi ekonomi pancasila, yang tetapi kini hingga akhir hayatnya. Dengan
penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan
nepotisme.
BAB II
KAJIAN TEORI
Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi,
agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan
tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun
elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.
Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat
oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan
kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada.
Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para
eksekutor atau para pelaku hukum.
Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum
yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream
yang sedang terjadi. Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan
pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan
sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap
dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang
bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi
seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi
masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja
Undang-undang bidang ekonomi. Hal positif menurut Juwana, penggunaan
dari UU oleh pemerintah adalah dalam rangka memajukan kehidupan politik warga
Negara, memperbaiki perekonomian dan lain sebagainya.
Sementara yang bersifat negative terjadi banyak di Negara
berkembang yang menganut pemerintahan otoriter atau dictatorial. UU dengan
konsep ini dijadikan semacam legitimasi bagi kekuasaan yang memunculkan istilah
Rule by Law dalam pengertian negativedanbukanRuleofLaw.Hasil
analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang
Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU
Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU
Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU
Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU
bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut
memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri
tidak dapat lagi menggurui Negara-negara berkembang soal praktik korupsi,
karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan
berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John
Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat
melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang
merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar,
seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam
melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil.
Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi
Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde
baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di
Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun
sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi
ekonomi yang memang “Buble Lihat Makalah ,Hikmahanto Juwana,
“Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”,FH.UI. Gum” yang setiap
saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh
untuk membodohi rakyat.
Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai
oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari
mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi
tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah
yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami
pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan.
Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini
oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan
demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi,
pergeseran pemerintah otoriter ke smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar