Rabu, 09 Oktober 2013

DEMOKRASI DEFINISI DAN APLIKASI



“Demokrasi dan Implementasinya di Indonesia”


Demokrasi Definisi dan Aplikasi

Asal kata demokrasi dari bahasa latin, Yunani, bermakna sistem pemerintahan agresif dan tidak stabil cenderung mengarah pada tirani.  Sehingga para filsuf seperti Plato sekalipun tidak terlalu antusias mendukung ide demokrasi yang diambil dari akar kata, demos (rakyat) dan –kratein (memerintah), karena sangat tidak mungkin menciptakan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat tanpa menimbulkan konflik.  Pemerintahan mengacu pada kehendak rakyat dikatakan sebagai bentuk demokrasi tradisional atau klasik.

Dalam Capitalism, Socialism, and Democracy, Schumpeter mengatakan kekurangan teori demokrasi klasik tersebut yang selalu menghubungkan antara kehendak rakyat (the will of the people) dan sumber serta bertujuan demi kebaikan bersama (the common good).  Schumpeter kemudian mengusulkan “teori lain mengenai demokrasi” atau “metode demokrasi” memaknai demokrasi dari sudut prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yand di dalamnya setiap individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetititf dalam rangka memperoleh dukungan berupa suara rakyat.  Demokrasi pada taraf metode tidak melibatkan unsur emosi lagi, akan tetapi lebih menekankan pada akal sehat.
Konsep demokrasi telah mengalami perkembangan sejak definisi empirik Schumpeter dikemukakan, perdebatan akademis seputar demokrasi melahirkan definisi konsep paling beragam dalam ranah akademis.  Berbagai studi mengenai demokrasi dalam ilmu politik dan sosiologi cenderung untuk menilainya dari sudut pandang berbeda-beda.  Demokrasi tidak memiliki tolak ukuran pasti dalam pengukurannya karena membutuhkan konsensus baik dalam lingkup publik maupun akademik sekalipun. Sebagai contoh, pemerintahan Amerika Serikat yang memiliki agenda utama dalam mempromosikan demokrasi dalam kebijakan luar negerinyapun ternyata belum memiliki kesepakatan tentang makna demokrasi. Karena itulah demokrasi masih menimbulkan perdebatan terutama dalam penerapannya di negara-negara berkembang.

Menurut Donald Horowitz (2006), “the world’s only superpower is rhetorically and militarily promoting a political system that remains undefined-and it is staking its credibility and treasure on the pursuit,” (negara superpower satu-satunya di dunia secara retorik dan militeristik mempromosikan sistem politik yang tetap tidak terdefinisikan sampai saat ini-dan hal tersebut mempertaruhkan kredibilitas dan sumber daya teramat berharga demi mencapai maksudnya).  Sehingga, pengertian demokrasi di berbagai belahan dunia merujuk pada penegakkan demokrasi di Amerika Serikat mengalami distorsi makna.  Demokrasi dapat dipertukarkan dengan pengertian sangat sempit semisal voting atau pemilihan umum semata, padahal demokrasi sebagai suatu konsep memiliki pengertian lebih luas.  Karena pencitraan demokrasi di AS sedemikian absurd-nya sehingga dikatakan bahwa demokrasi merupakan instrumen penekan negara-negara Eropa Barat dan AS terhadap negara-negara lainnya di dunia, maka perlu didefinisikan kembali karakteristik dari demokrasi.

Demokrasi sering dipertukar-maknakan dengan kebebasan, sehingga dapat dipergunakan keduanya sekaligus.  Demokrasi bisa dilihat sebagai satu perangkat praktek dan prinsip yang sudah dilembagakan dan selanjutnya melindungi kebebasan itu sendiri.  Demokrasi semestinya melibatkan konsensus di dalamnya, namun secara minimal persyaratan demokrasi terdiri dari: pemerintahan yang dipilih dari suara mayoritas dan memerintah berdasarkan persetujuan masyarakat, keberadaan pemilihan umum yang bebas dan adil, proteksi terhadap kaum minoritas dan hak asasi dasar manusia, persamaan perlakuan di mata hukum, proses pengadilan dan pluralisme politik.  Karakteristik dasar demokrasi seperti telah disebutkan di atas membukakan pandangan bahwa inti dari demokrasi adalah kebebasan rakyat dalam menentukan arah kebijakan pemerintah. Artinya demokrasi tidak hanya sekedar melibatkan kebebasan masyarakat dalam sistem politik, akan tetapi lebih dari itu sampai dengan tata cara melibatkan rakyat dalam demokrasi.

Beberapa pihak mengatakan bahwa demokrasi hanya memberikan dikotomi antara negara demokrasi dan bukan demokrasi, padahal ukuran demokrasi amatlah beragam seperti halnya ukuran dikemukakan oleh organisasi pemeringkat demokrasi berpusat di AS, Freedom House, dengan indeks rata-rata, skala berkisar antara 1 sampai 7, mulai dari:
  1. Political freedom atau kebebasan politik (10 indikator),
  2. Civil liberties atau kemerdekaan warga negara (15 indikator), seringkali dijadikan acuan dalam mengukur demokrasi.

Selain itu Freedom House memiliki konsep sempit mengenai electoral democracy, yaitu demokrasi dalam arti sangat minimal paling tidak memiliki karakteristik:
  1. Sistem politik multi-partai kompetitif,
  2. Hak pilih setara bagi orang dewasa,
  3. Pemilihan umum dilaksanakan secara reguler, dijamin dengan pemberian suara secara rahasia, terjamin keamanannya, dan absennya kecurangan suara pada pemilu,
  4. Akses publik terhadap partai politik besar sampai ke pemilihnya sangat terbuka melalui media dan melalui kampanye terbuka.

Sedangkan definisi political freedom lebih luas daripada electoral democracy, yaitu mengukur proses pemilihan umum dan pluralisme politik, sampai bagaimana memfungsikan pemerintah dan beberapa aspek dari partisipasi.  Political freedom akan memberikan warna pada tingkat kesuksesan demokrasi di berbagai tempat, sehingga tidak ada demokrasi di satu negarapun dapat disamakan dengan negara lain.

Perbedaan kedua ukuran dari lembaga tersebut menimbulkan konsep thin atau minimalist dan thick atau wider tentang demokrasi. Sehingga definisi demokrasi lebih luas harus memperhitungkan aspek kondisi masyarakat dan budaya politik dari masyarakat demokratis.  Definisi sempit tersebut lebih merupakan pengembangan dari konsep Robert Dahl (1970) tentang polyarchy, dengan 8 ciri:
  1. hampir semua warga negara dewasa memiliki hak pilih,
  2. hampir semua warga negara dewasa dapat menduduki kantor publik,
  3. pemimpin politik dapat berkompetisi untuk memperebutkan suara,
  4. pemilihan umum harus bebas dan fair,
  5. semua penduduk memiliki kebebasan utuk membentuk dan bergabung dalam partai politik dan organisasi lainnya,
  6. semua penduduk dapat memiliki kebebasan mengekspresikan pendapat politiknya,
  7. informasi mengenai politik banyak tersedia dan dijamin ketersediannya oleh hukum, dan
  8. kebijakan pemerintah bergantung pada suara dan pilihan-pihan lain.

Sehingga suatu negara sudah dapat dikatakan demokratis apabila memiliki karakteristik:
  1. Pemerintahan sipil yang dipilih secara bebas, jujur, dan adil dalam pemilu,
  2. Perwakilan yang representatif,
  3. Publik yang bertangung jawab dan dijamin kebebasannya dalam peraturan perundangan.

Menurut Gabriel Almond (1999), partisipasi politik diawali oleh adanya artikulasi kepentingan dimana seorang individu mampu mengontrol sumber daya politik seperti halnya seorang pemimpin partai politik atau seorang dictator militer.  Peran mereka sebagai aggregator politik (penggalang/penyatu dukungan) akan 



 UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....

 smua file word (doc) 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar