BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Reformasi pendidikan merupakan salah satu konsekuwensi
sebagai akibat bangsa Indonesia tengah menjalani proses tumbuh kembang
berbangsa dan bernegara dalam transisi dari sentralistik ke desentralistik.
Maka makin menguatnya pemberlakuan otonomi daerah sesuai Undang Undang Nomor 22
Tahun 1999 jo UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor
25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yaitu penyerahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Masalah ini membawa implikasi tersendiri dalam manajemen
penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah, salah satu pendekatan yang
mengakomodasi tuntutan terbaru pengelolaan pendidikan di daerah adalah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah yang ditetapkan melalui
Permendiknas Nomor 053/u/2001. Konsep ini bertujuan untuk mendirikan,
memberikan otoritas kepada sekolah memberdayakan sekolah, keleluasaan
mengembangkan program sekolah, dan mengelola sumber daya dan potensi yang ada
di sekolah sehingga akan terwujud sekolah efektif dan bermutu.
Berdasarkan konsep perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat lokal yang memberikan keleluasaan pemerintah melayani public agar lebih efektif , efisien dan ekonomis. Maka Penyelenggaraan Pendidikan khususnya yang menyangkut Sistem Manajemen Sekolah harus pula berubah, sinergis dengan esensi tujuan pendidikan yang ditetapkan UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan konsep perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat lokal yang memberikan keleluasaan pemerintah melayani public agar lebih efektif , efisien dan ekonomis. Maka Penyelenggaraan Pendidikan khususnya yang menyangkut Sistem Manajemen Sekolah harus pula berubah, sinergis dengan esensi tujuan pendidikan yang ditetapkan UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional memperkenalkan konsep
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Disederhanakan menjadi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan memprioritaskan indikator utama yaitu
otonomi sekolah. Peningkatan mutu suatu organisasi yang mengadakan perubahan
akan membawa organisasi pada situasi yang lain dari sebelumnya. Perubahan yang
terjadi dapat diperkuat atau diperlemah dalam kehidupan organisasi, perubahan
dalam organisasi ini melibatkan sumber daya manusia yang berperan dalam
peningkatan kinerja organisasi (Alford, 1998 : 63). Peran sumber daya manusia
pada masa kini akan menjadi penentu bagi keberhasilan pendidikan . Oleh karena
itu, amat dibutuhkan pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai
asset Pendidikan
Globalisasi pendidikan masa kini diharapkan lebih modern dan profesional sehingga mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan berkaitan dengan strategi pembangunan pendidikan, yang selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi tersebut didasarkan kepada asumsi bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.
Globalisasi pendidikan masa kini diharapkan lebih modern dan profesional sehingga mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan berkaitan dengan strategi pembangunan pendidikan, yang selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi tersebut didasarkan kepada asumsi bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.
Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori
education production function tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan.
Dengan demikian pembangunan pendidikan tidak hanya terfokus pada penyediaan
faktor input pendidikan saja tetapi juga hams lebih memperhatikan faktor proses
pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam
batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis
meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk dapat mengemban maksud tersebut, secara efektif dibutuhkan kepemimpinan yang handal agar dapat memberikan perubahan yang sangat berarti dalam suatu sistem yang diharapkan untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas pelayanan pendidikan, untuk mewujudkan sistem manajemen sekolah yang berbasis keunggulan. Tentu saja hal ini berakibat pada seluruh tatanan sistem organisasi, yang dirasakan langsung pada sistem kepegawaian, motivasi dan kualitas kehidupan kerja organisasi.
Sebagai seorang manajer di sekolah, kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dalam membuat keputusan. Berbagai studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam suasana perubahan lingkungan yang cepat, salah satu hal yang menyebabkan prestasi sekolah dan mutu lulusan menurun adalah kepemimpinan kepala sekolah yang kurang berhasil (Departement of education State of Delaware, 2001). Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah memiliki peran strategis dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan,yang mampu menunjukan daya juang dan sifat kompetitifnya dalam persaingan global.
Untuk dapat mengemban maksud tersebut, secara efektif dibutuhkan kepemimpinan yang handal agar dapat memberikan perubahan yang sangat berarti dalam suatu sistem yang diharapkan untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas pelayanan pendidikan, untuk mewujudkan sistem manajemen sekolah yang berbasis keunggulan. Tentu saja hal ini berakibat pada seluruh tatanan sistem organisasi, yang dirasakan langsung pada sistem kepegawaian, motivasi dan kualitas kehidupan kerja organisasi.
Sebagai seorang manajer di sekolah, kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dalam membuat keputusan. Berbagai studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam suasana perubahan lingkungan yang cepat, salah satu hal yang menyebabkan prestasi sekolah dan mutu lulusan menurun adalah kepemimpinan kepala sekolah yang kurang berhasil (Departement of education State of Delaware, 2001). Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah memiliki peran strategis dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan,yang mampu menunjukan daya juang dan sifat kompetitifnya dalam persaingan global.
Kepala sekolah memiliki wewenang secara formal dan bisa jadi
kharismatik sebagai pemimpin sekolah sehingga karena wewenangnya tersebut
muncul sebuah kekhawatiran yang besar apabila kepala sekolah kurang bisa
memimpin sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan sekolahnya
tidak akan terlepas dari kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah
dalam melaksanakan fungsi dan peran sebagai kepala sekolah.
Untuk itu, seorang kepala sekolah dituntut mampu memiliki
kesiapan dalam mengelola sekolah. Kesiapan yang dimaksud adalah berkenaan
dengan kemampuan manajerial sebagai seorang pimpinan. Kemampuan managerial yang
dimaksudkan disini adalah berkenaan dengan kemampuannya dalam membuat
perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing), pelaksanaan
(actuating), dan pengawasan (controlling). Dengan kemampuan semacam itu,
diharapkan setiap pimpinan mampu menjadi pendorong dan penegak disiplin bagi
para karyawannya agar mereka mampu menunjukkan produktivitas kerjanya dengan
baik.
Berangkat dari konsep Hersey (dalam Sumidjo, 2002 : 99) yang menyatakan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial diperlukan tiga macam bidang keterampilan, yaitu : technical, human dan conceptual. Dengan memiliki ketiga keterampilan dasar tersebut di atas, kepala sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang bermutu. Maka dari itu kemampuan manajerial kepala sekolah ditandai oleh kemampuan untuk mengambil keputusan (decision making) dan tindakan secara tepat, akurat dan relevan.
Berangkat dari konsep Hersey (dalam Sumidjo, 2002 : 99) yang menyatakan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial diperlukan tiga macam bidang keterampilan, yaitu : technical, human dan conceptual. Dengan memiliki ketiga keterampilan dasar tersebut di atas, kepala sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang bermutu. Maka dari itu kemampuan manajerial kepala sekolah ditandai oleh kemampuan untuk mengambil keputusan (decision making) dan tindakan secara tepat, akurat dan relevan.
Ketiga kemampuan manajerial kepala sekolah tersebut ditandai
dengan kemampuan dalam merumuskan program kerja, mengkoordinasikan pelaksanaan
program kerja, baik dengan dewan guru maupun dengan yang lainnya yang terkait
dalam pendidikan suatu kemampuan dalam melakukan evaluasi terhadap program
kerja sekolah yang telah dilaksanakan. Penerapan kemampuan manajerial kepala
sekolah di atas, pada akhirnya akan tertuju pada penyelenggaraan dan pencapaian
mutu pendidikan di lingkungannya.
Dalam suatu organisasi modern, peran lingkungan adalah melakukan sejumlah fungsi, antara lain : memperkuat organisasi beserta perangkat kerjanya, menerapkan tapal batas artinya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, memberi standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan apa yang dilakukan oleh para pegawai, sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku pegawai.
Selain mempunyai berbagai fungsi yang berdampak positif, organisasi justru dapat ditimpa kegagalan karena peran lingkungan yang tidak diharapkan, yaitu tidak mendorong pada pencapaian kinerja sebuah organisasi., sehingga organisasi yang mempekerjakan pegawai yang tidak mampu melakukan integrasi dan adaptasi terhadap lingkungan dan atau sebaliknya, maka akan menghasilkan tingkat pencapaian kinerja yang relatif rendah.
Dalam suatu organisasi modern, peran lingkungan adalah melakukan sejumlah fungsi, antara lain : memperkuat organisasi beserta perangkat kerjanya, menerapkan tapal batas artinya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, memberi standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan apa yang dilakukan oleh para pegawai, sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku pegawai.
Selain mempunyai berbagai fungsi yang berdampak positif, organisasi justru dapat ditimpa kegagalan karena peran lingkungan yang tidak diharapkan, yaitu tidak mendorong pada pencapaian kinerja sebuah organisasi., sehingga organisasi yang mempekerjakan pegawai yang tidak mampu melakukan integrasi dan adaptasi terhadap lingkungan dan atau sebaliknya, maka akan menghasilkan tingkat pencapaian kinerja yang relatif rendah.
Dalam pengelolaan suatu organisasi di bidang pendidikan,
sumber daya manusia (tenaga kependidikan) menempati posisi yang sangat penting
dalam menjamin kelancaran kerja, karena merekalah yang berhadapan langsung
dengan aktivitas utama organisasi untuk menghasilkan output tertentu yang
diusahakan. Akibatnya tenaga kependidikan yang berhubungan langsung dengan
aktivitas utama organisasi, dituntut agar dapat menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku hingga mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan
tersebut yang akhirnya secara langsung dapat diterima dari jumlah, maupun
kwalitasnya. Pencapaian persyaratan-persyaratan pekerjaan inilah yang dewasa
ini biasa disebut dengan istilah "kinerja" (Simamora, 1995 :327). Pernyataan
di atas memberikan gambaran bahwa seorang pimpinan harus mampu mengelola segala
sumber daya yang ada di sekolah, mengarahkan dan sekaligus mempengaruhi
berbagai aktivitas yang memotivasi berkaitan dengan tugas para anggotanya yang
ada di bawahnya. Berkenaan dengan penelitian ini, maka kemampuan tersebut
sangat diperlukan. Maksudnya bahwa kemampuan mengarahkan dan mempengaruhi
anggotanya adalah berkaitan dengan bagaimana seorang kepala sekolah mampu
menjalin suatu budaya di sekolah dengan cara menanamkan nilai-nilai yang
dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan
fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai
budaya kepada para siswanya. Di sekolah terjadi interaksi yang saling
mempengaruhi antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial. Lingkungan dalam organisasi ini akan dipersepsi dan dirasakan oleh
individu tersebut sehingga menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Dalam hal
ini, sekolah harus dapat menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif dan
menyenangkan bagi setiap anggota sekolah, melalui berbagai penataan lingkungan,
baik fisik maupun sosialnya. Moh. Surya (1997 : 24) menyebutkan bahwa : Lingkungan
kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif.
Untuk itu, dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya
kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas dan sebagainya. Demikian pula,
lingkungan sosial-psikologis, seperti hubungan antar pribadi, kehidupan
kelompok, kepemimpinan, pengawasan, promosi, bimbingan, kesempatan untuk maju,
kekeluargaan dan sebagainya.
Fenomena yang menarik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu masih ada pimpinan yang cenderung kurang mampu menerapkan si stem manajerial yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurang matangnya perencanaan yang dibuatnya, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi kurang efektif. Begitu pula kurangnya pengawasan yang diberikan kepada guru, sehingga guru merasa bebas untuk tidak melakukan kegiatan. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya guru yang malas,tidak disiplin,kurang rasa tanggung jawab sehingga menyebabkan kinerja guru semakin rendah. Padahal kalau ditelaah kemampuan manajerial pimpinan sangat diperlukan sekali. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Stogdil (Aminah, 1999 : 24) yaitu : "kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok".
Fenomena yang menarik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu masih ada pimpinan yang cenderung kurang mampu menerapkan si stem manajerial yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurang matangnya perencanaan yang dibuatnya, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi kurang efektif. Begitu pula kurangnya pengawasan yang diberikan kepada guru, sehingga guru merasa bebas untuk tidak melakukan kegiatan. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya guru yang malas,tidak disiplin,kurang rasa tanggung jawab sehingga menyebabkan kinerja guru semakin rendah. Padahal kalau ditelaah kemampuan manajerial pimpinan sangat diperlukan sekali. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Stogdil (Aminah, 1999 : 24) yaitu : "kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok".
Beberapa pemikiran untuk meningkatkan sekolah berbasis
keunggulan dalam pendidikan adalah peningkatan sumber daya manusia, pendidikan
apapun bentuknya harus diorientasikan pada proses belajar mengajar. Seperti
pengembangan fasilitas, kurikulum, tenaga kependidikan dan lain-lain harus
diorientasikan pada proses belajar mengajar. Peningkatan mutu harus didekati
secara komprehensif dari seluruh komponen. Empat dimensi yang dapat dilihat
untuk pendekatan mutu adalah dimensi input, proses, output, dan outcome
(dampak). Pelanggan utama yang hams diposisikan sebagai pihak yang hams
dilayani oleh pendidikan adalah peserta didik. Artinya pendidikan yang hams
mengasah kepekaan siswa menyangkaut "olah rasa" (afektif), "olah
pikir" (kognitif), dan "olah raga" (kinestetik) sebagai basis
berbagai inovasi, solusi, dan ide-ide kreatif berkaitan dengan pendidikan hams
senantiasa mempertimbangkan peserta didik. Berkaitan dengan perkembangan
lingkungan dimana pendidikan itu berada, maka mutu pendidikan diorientasikan
pada pembekalan peserta didik untuk bisa/mampu bembah setiap saat, menyesuaikan
dengan perkembangan lingkungannya. Mutu dalam kondisi ini yang paling utama
adalah membekali peserta didik menjadi orang yang senantiasa mampu belajar
terns menerus,dimana guru memegang peranan penting dan utama baik secara
kualitas pribadi dan profesional dalam upaya peningkatan pendidikan. Peran
pendidik yang professional diperlukan sekali untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
seutuhnya, sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa jabatan guru sebagai pendidik mempakan jabatan Profesional.
Untuk mampu bersaing di fomm nasional maupun internasional, profesionalisme
guru dituntut untuk terns berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam mendidik maka diperlukan keterampilan khusus
bagi guru untuk dapat menyampaikan mated atau membimbing siswa. Keberadaan guru
amatlah penting bagi suatu bangsa, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah
lintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala
pembahan serta pergeseran nilai. Hal ini membawa konsekuensi kepada guru untuk
meningkatkan peranan dan kemampuannya. Berkaitan dengan jabatan dan profesi
tadi, fenomena sekarang terlihat di beberapa tempat bahwa masih terdapat guru
yang belum memiliki keahlian yang ditunjukan dengan sertifikat atau ijazah dan
akta sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Hal ini menjadi sangat
berpengaruh terhadap kinerja guru itu sendiri, baik dalam pembelajarannya
maupun di dalam kelas serta terhadap hasil yang diharapkan pada anak didik.
Contohnya untuk mata pelajaran matematika, pada tingkat SMK di Kabupaten X
belum memiliki guru matematika yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya,
pengajar matematika dipegang oleh guru yang latar belakang Agama, Bahasa Sunda,
Fisika, dan lain-lain.
Kepahaman akan mata pelajaran yang diajarkan kepada anak didik seolah-olah dikesampingkan, yang ada hanyalah terpenuhinya mata pelajaran yang hams disampaikan pada anak didik, tidak menghiraukan kesesuaian dengan latar belakang pendidiknya dan tidak memandang kompetensi yang hams dimiliki oleh seorang guru tadi, apakah mampu menyampaikan pelajaran pada anak didik atau tidak, guru dan murid hanya beda satu malam dalam pemahamannya. Demikian juga untuk pembuatan rencana pembelajaran, mereka kurang maksimal. Hal ini tentu sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan pada umumnya. Padahal saat ini pemerintah bemsaha meningkatkan kualitas pendidikan, mengingat tantangan abad ke-21 terhadap dunia pendidikan di Indonesia yang semakin berat, terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika. Hal ini sangat mendasar sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia, dan jawaban semua itu ada pada penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta teknologi. Selain hal tersebut, Pemerintah tidak saja meningkatkan kualitas tetapi kuantitas juga sangat diutamakan, shingga angka partisipasi anak bersekolah akan semakin tinggi. Terkait dengan itu maka penguasaan akan keterampilan dan pengetahuan tentang keguruan yang maksimal mutlak hams dimiliki oleh Guru. Budaya organisasi yang kerap disebut dengan iklim kerja yang menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dengan kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya serta antar dinas di lingkungannya mempakan wujud dari lingkungan kerja yang kondusif. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Budaya sekolah dapat digambarkan melalui sikap saling mendukung {supportive), tingkat persahabatan (collegia!), tingkat keintian (intimate) serta kerja sama (cooperative). Kondisi yang terjadi atas keempat dimensi budaya sekolah tersebut berpotensi meningkatkan kinerja guru. Proses pendidikan tidak akan terjadi dengan sendirinya melainkan hams direncanakan, diprogram, dan difasilitasi dengan dukungan dan partisipasi aktif guru sebagai pendidik. Tugas dan tanggung jawab guru adalah mengubah perilaku peserta didik kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung kepada pelaksanaan tugas dan kinerja guru di samping kemampuan peserta didik itu sendiri serta dukungan komponen sistem pendidikan lainnya. Posisi strategis guru mempakan salah satu faktor penentu kualitas proses dan hasil pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan akan ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mengarahkan peserta didiknya melalui kegiatan pembelajaran. Ketika pembelajaran berlangsung, guru tidak sekedar menyampaikan pelajaran akan tetapi juga menciptakan suasana belajar dengan lancar. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan siswa sehingga kelas menjadi tempat yang menyenangkan dan siswa lebih mudah memahami pelajaran. Dari informasi data Pengawas Pembina SMK Kabupaten X bahwa jumlah guru yang mengajar sesuai latar belakang 94%, jumlah guru yang mengikuti kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dari 12 mata pelajaran 7 mata pelajaran yang telah berjalan berarti 58,33% yang telah mengikti MGMP, dan peralihan dari guru SMP ke SMK Kabupaten Purwakarat 10% sehingga permasalahan tersebut belum menunjukkan kinerja dan produktifitas kerja yang tinggi sesuai yang diharapkan. Apabila sekolah menginginkan mutu sekolah unggul, maka mutu hams diorientasikan secara terns menems (dibudayakan), sehingga menjadi program keseharian untuk setiap kegiatan yang dilakukan. Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian (tahun 2009), peneliti mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa kinerja guru tingkat SMK di Kabupaten X belum optimal. Dalam dugaan peneliti, hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah. Karena pada saat ini, maupun yang akan datang, baik penentu maupun pelaksana kebijakan pendidikan harus berkemampuan merespon pembahan tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu tinggi. Salah satu implikasinya adalah peningkatan kinerja guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain : kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah sumber daya manusia (guru & TU); kebijakan pemerintah; biaya dan fasilitas; sarana dan prasarana. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kinerja guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang akan menitik beratkan terhadap kinerja guru dengan judul : "Pengaruh Manajerial Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten X."
Kepahaman akan mata pelajaran yang diajarkan kepada anak didik seolah-olah dikesampingkan, yang ada hanyalah terpenuhinya mata pelajaran yang hams disampaikan pada anak didik, tidak menghiraukan kesesuaian dengan latar belakang pendidiknya dan tidak memandang kompetensi yang hams dimiliki oleh seorang guru tadi, apakah mampu menyampaikan pelajaran pada anak didik atau tidak, guru dan murid hanya beda satu malam dalam pemahamannya. Demikian juga untuk pembuatan rencana pembelajaran, mereka kurang maksimal. Hal ini tentu sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan pada umumnya. Padahal saat ini pemerintah bemsaha meningkatkan kualitas pendidikan, mengingat tantangan abad ke-21 terhadap dunia pendidikan di Indonesia yang semakin berat, terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika. Hal ini sangat mendasar sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia, dan jawaban semua itu ada pada penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta teknologi. Selain hal tersebut, Pemerintah tidak saja meningkatkan kualitas tetapi kuantitas juga sangat diutamakan, shingga angka partisipasi anak bersekolah akan semakin tinggi. Terkait dengan itu maka penguasaan akan keterampilan dan pengetahuan tentang keguruan yang maksimal mutlak hams dimiliki oleh Guru. Budaya organisasi yang kerap disebut dengan iklim kerja yang menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dengan kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya serta antar dinas di lingkungannya mempakan wujud dari lingkungan kerja yang kondusif. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Budaya sekolah dapat digambarkan melalui sikap saling mendukung {supportive), tingkat persahabatan (collegia!), tingkat keintian (intimate) serta kerja sama (cooperative). Kondisi yang terjadi atas keempat dimensi budaya sekolah tersebut berpotensi meningkatkan kinerja guru. Proses pendidikan tidak akan terjadi dengan sendirinya melainkan hams direncanakan, diprogram, dan difasilitasi dengan dukungan dan partisipasi aktif guru sebagai pendidik. Tugas dan tanggung jawab guru adalah mengubah perilaku peserta didik kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung kepada pelaksanaan tugas dan kinerja guru di samping kemampuan peserta didik itu sendiri serta dukungan komponen sistem pendidikan lainnya. Posisi strategis guru mempakan salah satu faktor penentu kualitas proses dan hasil pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan akan ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mengarahkan peserta didiknya melalui kegiatan pembelajaran. Ketika pembelajaran berlangsung, guru tidak sekedar menyampaikan pelajaran akan tetapi juga menciptakan suasana belajar dengan lancar. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan siswa sehingga kelas menjadi tempat yang menyenangkan dan siswa lebih mudah memahami pelajaran. Dari informasi data Pengawas Pembina SMK Kabupaten X bahwa jumlah guru yang mengajar sesuai latar belakang 94%, jumlah guru yang mengikuti kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dari 12 mata pelajaran 7 mata pelajaran yang telah berjalan berarti 58,33% yang telah mengikti MGMP, dan peralihan dari guru SMP ke SMK Kabupaten Purwakarat 10% sehingga permasalahan tersebut belum menunjukkan kinerja dan produktifitas kerja yang tinggi sesuai yang diharapkan. Apabila sekolah menginginkan mutu sekolah unggul, maka mutu hams diorientasikan secara terns menems (dibudayakan), sehingga menjadi program keseharian untuk setiap kegiatan yang dilakukan. Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian (tahun 2009), peneliti mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa kinerja guru tingkat SMK di Kabupaten X belum optimal. Dalam dugaan peneliti, hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah. Karena pada saat ini, maupun yang akan datang, baik penentu maupun pelaksana kebijakan pendidikan harus berkemampuan merespon pembahan tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu tinggi. Salah satu implikasinya adalah peningkatan kinerja guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain : kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah sumber daya manusia (guru & TU); kebijakan pemerintah; biaya dan fasilitas; sarana dan prasarana. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kinerja guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang akan menitik beratkan terhadap kinerja guru dengan judul : "Pengaruh Manajerial Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten X."
B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian
yang disajikan dalam topik ini dirumuskan sebagai berikut : "Seberapa
besarkah Pengaruh Manajerial Kepala Sekolah dan Budaya organisasi terhadap
Kinerja Guru pada SMK di Kabupaten X".
Permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat dielaborasi
sebagai berikut :
a. Bagaimana gambaran manajerial kepala sekolah, budaya organisasi dan kinerja Guru pada SMK X?
a. Bagaimana gambaran manajerial kepala sekolah, budaya organisasi dan kinerja Guru pada SMK X?
b. Bagaimana pengamh manajerial kepala sekolah terhadap
kinerja guru di SMK se-Kabupaten X?
c. Bagaimana pengamh budaya organisasi terhadap kinerja guru
di SMK se-Kabupaten X?
d. Bagaimana pengamh manajerial kepala sekolah dan budaya
organisasi secara bersama terhadap kinerja guru di SMK se-Kabupaten X?
2. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya faktor yang berpengamh pada efektivitas
kerja guru dan agar lebih fokus maka penelitian ini dibatasi pada dua variabel
bebas, yakni : manajerial kepala sekolah (X1), dan budaya organisasi (X2),
serta satu variabel terikat, yaitu, kinerja guru (Y). Penelitian ini terbatas
pada guru SMK se-Kabupaten X.
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mencari dan meneliti
fakta-fakta tentang masalah-masalah yang diteliti pada SMK di Kabupaten X,
dalam hal ini mengenai pengamh manajerial kepala sekolah dan budaya organisasi
terhadap kinerja guru.
2. Tujuan Penelitian
2. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui
manajerial kepala sekolah dan budaya organisasi terhadap kinerja guru pada SMK
di Kabupaten X.
b. Tujuan Khusus
b. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran tentang :
1) Manajerial kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah di SMK se-Kabupaten X.
2) Budaya organisasi yang berkembang di SMK se-Kabupaten X.
3) Kinerja guru di SMK se-Kabupaten X.
4) Manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMK
se-Kabupaten X.
5) Budaya organisasi terhadap kinerja guru di SMK
se-Kabupaten X.
6) Pengaruh manajerial kepala sekolah dan budaya organisasi
dalam kinerja guru di SMK se-Kabupaten X.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan mempunyai kegunaan baik dari
segi teoritis maupun segi praktis sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan. Pengembangan keilmuan administrasi pendidikan, khususnya dalam
manajerial kepala sekolah, budaya organisasi dan kinerja guru.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
bahan lebih lanjut baik bagi peneliti maupun bagi kepada kepala sekolah dan
guru-guru pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten X dalam upaya
pengembangan kinerja lembaga sekolah dalam mewujudkan lulusan yang berkualitas
yang siap terjun ke dunia kerja maupun yang melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar