BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Administrasi sebagai seni pada hakekatnya timbul
bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia. Jelasnya semenjak manusia telah berbudaya,
yaitu dengan mengembangkan ciptanya/ akal pikirannya, rasanya/ seninya, karsanya/kehendaknya, dan
adanya kerja sama antara 2 orang atau lebih telah merupakan unsur-unsur
administrasi dalam kehidupan bersama/bermasyarakat. Oleh arena itu administrasi
ebagai uatu seni sesungguhnya bukan
merupakan hal yang aru, karena dengan adanya 2 anusia ang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu, di sana sudah terdapat administrasi, yaitu
administrasi dalam praktek.
Herbert A. Simon, misalnya, pernah mengatakan bahwa apabila ada 2 orang yang ekerja-sama untuk menggulingkan
sebuah batu yang tidak dapat digulingkan hanya oleh satu orang di antara
mereka, di sana telah terdapat administrasi. Sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa sejak periode prasejarah dan periode sejarah,
manusia telah menjalankan sebagian prinsip-prinsip administrasi yang sekarang
kita kenal, dan telah menerapkan dalam bidang pemerintahan, perdagangan,
perhubungan, pengangkutan dan sebagainya, misalnya terlihat pada zaman
Pemerintshan Kerajaan Mataram I, Majapahit dan Sriwijaya (di Indonesia), zaman 31Pemerintahan Kera~jaan
Mesir kuno, zaman Pemerintahan Kerajaan Tiongkok kuno, dan sebagainya.
Bukti-bukti peninggalan pada zaman
tersebut berupa hasil kebudayaan yang sekarang masih dikagumi orang, yaitu
candi Borobudur, candi Kalasan (Indonesia). Piramid dari Mesir dan Pagar Tembok
Raksasa dari Tiongkok, dan lain-lain.
Berakhirnya perkembangan administresi sebagai seni ditandai
oleh lahirnya "Gerakan Managemen IImiah" yang dipelopori oleh
Frederick W. Taylor dari Amerika Serikat dan Henry Fayol dari Perancis, pada
akhir abad XIX, dan di sini terdapat dua hal yang pertu dicatat, yaitu:
- Berakhirnya status administrasi sebagai seni semata-mata dan lahirnya administrasi dan managemen sebagai suatu ilmu pengetahuan (disiplin baru).
- Berakhirnya periode prasejarah dan periode sejarah manusia dalam perken bangan administrasi dan managemer. dan tibanya periode "zaman modern' yang di.mulai sejak berakhirnya abad yang lalu dan terus berkembang samp~sekarang daIam abad XX ini.
Perkembangan
terakhir yang perlu mendapat perhatian kita bersama ialah bahwa Ilmu
Administrasi pada saat ini terdapat suatu cabang ilmu baru yang di sebut
dengan Ilmu Administrasi Pembangunan.
Perlu dijelaskan di sini bahwa ilmu pengetahuan timbul dan berkembang oleh
karena adanya kebutuhan yang nyata yang dirasakan oleh masyarakat terhadap
sesuatu ilmu tertentu. Bagi Negara Negara yang pada waktu sekarang ini
digolongkan kepada "Negara yang sedang
berkembang" (developing countries)
dirasakan bahwa teori-teori dan prinsip-prinsip daripada Ilmu Administrasi yang
tradisional yang terutama dikembangka di dunia Barat, khususnya Amerika
Serikat, sudah tidak memadai terhadap kebutuhan bagi Negara-Negara yang sedang
giat melakukan pembangunan. Oleh karen itu para ahli mulai mengalihkan pikiran,
perhatiannya serta waktunya terhadap
suatu cabang Ilmu Administrasi yang
relevan dengan Negara-Negara yang sedang berkembang, yaitu Ilmu Administrasi Pembangunan.
B. Tujuan
Tujuan
makalah ini adalah mendapatkan teori administrasi, kekuatan politik dan
reformasi pemerintahan. Sesuai dengan kondisi pendidikan Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik dalam upaya meningkatkan produktivitas pemerintahan dan kesejahteraan
masyarakat. Sasaran yang hendak dicapai pada makalah ini adalah diperolehnya :
(a). pengertian administrasi, (b). kekuatan politik, serta (c). reformasi
pemerintahan.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI ADMINISTRASI
Yang
dimaksudkan dengan teori administrasi adalah serangkaian usaha untuk melakukan
konseptualisasi mengenai apakah yang dimaksudkan dengan administrasi, bagaimana
caranya memperbaiki hal-hal yang dikerjakan oleh administrasi, bagaimana
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh administrator publik, mengapa orang
berperilaku tertentu dalam suatu situasi administrasi, dan dengan cara apakah
aparatur pemerintah disusun dan dikoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
Salah
satu alasan utama mengapa orang mempersoalkan status keilmuan administrasi,
adalah karena administrasi tidak mempunyai inti-teoritis. Banyak teori dalam
administrasi, tetapi tidak ada teori dari administrasi.
Para
praktisi menggunakan teori administrasi dalam kerangka untuk memberikan
rasionale (alasan) dari kegiatan praktis mereka dan untuk membenarkan praktek
administrasinya.
Administrasi
baru saja, secara sistematik, mengembangkan teori-teorinya. Arti pentingnya
teori administrasi terlihat dari kegunaannya untuk meramalkan dan menerangkan
gejala administrasi.
b).
Jenis-jenis Teori Administrasi
Morrow
memunculkan satu golongan teori di luar empat golongan tersebut di atas, yaitu
:
1. Deskriptif
Peran
teori deskriptif lebih menekankan pada penggambaran dan penguraian tentang apa
itu administrasi publik, objek studinya, hubungan komponen-komponen di dalam
administrasi publik dan hubungan administrasi publik dengan lingkungannya.
2. Normatif.
Teori
normatif menekankan pada pembahasan atas jawaban pertanyaan peran apakah yang
seharusnya dimainkan oleh administrasi publik dalam menjalankan kegiatannya,
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
3. Asumtif.
Peran
teori asumtif, menurut Bailey teori asumtif berhubungan dengan pertanyaan untuk
apa peran-peran birokrasi publik yang akan dimainkan dalam perubahan kebijakan
dan untuk menemukan jawaban bagaimana para administrator telah menyumbang
terhadap peran pemerintah modern yang bertindak cepat. Setiap administrator
publik mempunyai asumsi-asumsi operasional tentang kebiasaan/kelaziman manusia
dan tentang apa yang dikerjakan oleh lembaga, tetapi diselidiki ahli teori
administrasi publik yang telah memperhalus proposisi-proposisi yang mereka
asumsikan.
Penyempurnaan
akhir praktik administrasi akan tergantung pada kemampuan ahli-ahli teori dalam
memformulasikan secara konsisten dan memfokuskan atas citra kepribadian orang
dan kapasitas lembaga.
4. Instrumental.
Peran teori instrumental
terutama menyediakan teknik-teknik administrasi manajemen untuk merumuskan
tujuan-tujuan kebijakan lebih banyak lagi, hal ini untuk menyalurkan
impian-impian mereka. Bailey menyebutnya teori instrumental karena teori ini
memfokuskan diri pada usaha-usaha harmonisasi dan koordinasi aparatur
administrasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bailey menggarisbawahi pentingnya teori instrumental dalam administrasi publik.
Taylorisme,
ajaran Taylor atau sering juga disebut sebagai aliran manajemen ilmiah,
menekankan pada peleburan atau penyatuan sumber daya dan tenaga kerja untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan cara yang lebih
efisien. Ajaran Taylor menekankan pada manajemen mekanik, ukuran alat-alat
kerja, gerakan para pekerja dan training pekerja untuk keahlian-keahlian
mekanik dan supervisor dengan tujuan untuk memperoleh "satu cara yang
terbaik" guna mengimplementasikan suatu kebijakan yang ditetapkan
sebelumnya.
Gulick
memperkenalkan idenya/gagasannya mengenai POSDCORB, yang direpresentasikan
dalam perkataannya "suatu rumusan yang dimaksudkan untuk memperhatikan
bahwa pekerjaan pimpinan eksekutif itu merupakan unsur-unsur fungsional yang
beragam". PODSCORB adalah suatu istilah yang mencakup tanggung-jawab
eksekutif atas suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penyusunan
staf, koordinasi, pelaporan, dan penganggaran.
Tulisan Weber
menekankan pada deskripsi yang agak preskripsi, yang memusatkan perhatian pada
pola-pola kewenangan di dalam birokrasi, di mana Weber menguraikan tiga tipe
ideal kewenangan, yaitu tradisional, kharismatik, dan rasional. Masing-masing
tipe ideal disesuaikan dengan kegunaan dan urgensinya. Weber menemukan hal ini
dalam studinya di masyarakat yang beragam.
Model
Weberian yang dilambangkan oleh praktik demokrasi Barat, ini sebagai model
rasional dengan tekanannya pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip legal formal.
Malahan sebagai pemberian status dan kewenangan ke individu-individu.
Masyarakat Barat memuja-muja tata hukum meskipun ini abstrak dan tidak
berkepribadian. Ciri-ciri lain model rasional termasuk di dalamnya pembagian
kerja secara ilmiah, hierarki hubungan atasan-bawahan, pemilihan pegawai
berdasarkan jasa sebagai lawan patronase (perlindungan).
Simon memberi
kesan bahwa faktor-faktor sosial dan psikologi sosial mempengaruhi sika-sikap
pekerja, termasuk analisis deskriptif organisasinya. Pemilihan "satu cara
terbaik" untuk meng-implementasikan program akan dipertimbangkan
faktor-faktor kemanusiaan sebagai formalitas dari organisasi dan pembagian
kerja. Mengabaikan terhadap faktor-faktor psikologi sosial, Simon membantah,
dapat menghasilkan kurang dari pada banyak, efisiensi.
Maslow dan
Chris Argyris adalah ahli teori aktualisasi diri menyatakan bahwa dalam jiwa
orang (laki-laki) terdapat suatu hierarki kebutuhan yang mana ia mencoba untuk
memuaskannya dengan sebagai pekerja. Di dasar piramida adalah kebutuhan fisik
dasar, seperti kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat berteduh. Selanjutnya,
derajat kebutuhan yang lebih tinggi, ia mencari persahabatan dan kehormatan
dari rekan sekerja.
Selanjutnya
derajat kebutuhan yang lebih atas, ia memuaskan egonya melalui prestasinya
kerjanya dan pengakuan dari sesama rekan sekerjanya. Akhirnya, pada tingkat paling
atas, orang mengaktualisasikan dirinya dengan menyatukan kesuksesan dan
tanggung jawab di posisinya dengan cita-cita pribadinya.
c. Mazhab-mazhab Teori Administrasi
Menurut C.L. Sharma ada enam mazhab
teori administrasi, yakni: mazhab proses administrasi, empirik, perilaku
manusia, sistem sosial, matematika, dan teori keputusan.
Gerald Caiden mengemukakan delapan
mazhab teori administrasi, yang terdiri dari: mazhab proses administrasi,
empirik, perilaku manusia, analisis birokratik, sistem sosial, pembuatan
keputusan, matematika, dan integrasi.
Kedelapan mazhab teori administrasi
seperti yang dikemukakan oleh Caiden, sebenarnya dapat dikelompokkan lagi dalam
dua mazhab: mazhab reduksi proses administrasi dan mazhab sistem holistik
administrasi. Tetapi pengelompokan ini juga tidak memuaskan, yang pada
gilirannya melahirkan mazhab integrasi.
Para pendukung mazhab integrasi
(integrationis) bermaksud untuk mengintegrasikan semua teori administrasi. Ada
dua strategi yang mereka tempuh. Pertama dengan melakukan konsolidasi
teori-teori administrasi, dan kedua dengan meleburkan semua administrasi menjadi
satu teori yang tertinggi.
B. KEKUATAN
POLITIK
a).
Kekuatan Politik
Komunisme: teori kelas sosial Karl Marx, dikembangkan oleh
penggantinya menjadi penguasaan masyarakat oleh parta komunis dan mengupayakan
penyebaran komunisme ke seluruh dunia.
Dalam doktrin komunis, pemerintah menekankan agar semua
faktor produksi utama dimiliki pemerintah. Dengan beberapa pengecualian semua
produksi dilakukan oleh pabrik-pabrik dan pertanian milik pemerintah. Serikat
pekerja dikendalikan pemerintah.
Pengambilalihan Negara yang dulunya bukan komunis oleh
pemerintahan komunis. Berdasarkan salah satu doktrin komunis yaitu seluruh
faktor produksi dimiliki pemerintah, maka pemerintah cenderung mengambil alih
perusahaan swasta.
Pengambilalihan: Penyitaan pemerintah atas kekayaan didalam
batas Negaranya sendiri yang dimiliki orang asing, diikuti dengan kompensasi
yang segera, memadai dan efektif yang dibayarkan kepada pemilik sebelumnya.
Penyitaan pemerintah atas kekayaan didalam batas Negaranya
sendiri yang dimiliki orang-orang asing, tanpa pembayaran kepada mereka
b). Kapitalisme
Sistem ekonomi dimana alat-alat produksi dan distribusi
sebagian besar dimiliki dan dioperasikan oleh swasta untuk keuntungan pribadi.
Kaum kapitalis beranggapan bahwa idealnya semua faktor
produksi adalah milik swasta atau perorangan. Dalam dunia kapitalis pemerintah
membatasi fungsinya dan hanya menangani fungsi yang tidak dapat dilaksanakan
swasta atau perorangan, misalnya pertahanan nasional, polisi, pemadam kebakaran
dan pelayanan umum lainnya serta hubungan antar pemerintah dan internasional.
Peraturan dan birokrasi. Para pelaku bisnis AS dan Negara
kapitalis pada umumnya keberatan dengan berbagai hukum, peraturan dan kegiatan
birokrasi.
c). Sosialisme
Kepemilikan oleh masyarakat secara kolektif atas alat-alat
produksi dan distribusi dasar, dioperasikan untuk digunakan ketimbang mencri
laba.
Paham sosialis menganjurkan kepemilikan atau pengawasan
pemerintah produksi, distribusi dan pertukaran yang pokok. Keuntungan bukan
merupakan tujuan.
d). BUMN
Mengapa
perusahaan dinasionalisasi?
Banyak alasan
mungkin tumpang tindih mengapa pemerintah menguasai perusahaan?
Alasan
tersebut antara lain:
- Menarik uang karena perusahaan dimaksud diperkirakan memperoleh banyak laba.
- Berkaitan dengan alasan pertama, pemerintah yakin mampu mengoperasikan perusahaan dimaksud dengan lebih efesien dan lebih banyak menghasilkan uang.
- Untuk tujuan idiologi khususnya apabila sayap kiri pemerintah memenangkan pemilihan dan bermaksud menasionalisasi perusahaan.
- Untuk memperoleh dukungan suara para politisi
e). Privatisasi
Pemindahan aset sektor publik kepada sektor swasta,
pemindahan manajemen kegiatan Negara melalui kontrak-kontrak dan leasing dan
mengontrakkan kepada pihak keluar kegiatan-kegiatan yang sebelumnya
dilaksanakan oleh Negara.
C. REFORMASI
PEMERINTAHAN
Birokrat
juga perlu didemokratiskan: melayani masyarakat sebagai pengguna jasa. Memang,
sebagai "perusahaan", birokrasi secara alamiah memonopoli produk
--dan itulah sebabnya dia dapat memperjualbelikan produknya semau-gue. Tapi
sesungguhnyalah dia tidak memegang monopoli. Dia bersaing dengan tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan yang semakin baik. Jika pelayanan birokrasi tak
memuaskan, maka legitimasi pemerintah akan menurun, yang jika dipendam dalam
waktu lama (sebutlah 30 tahun untuk kasus Indonesia) akan mengakibatkan
bangkrutnya Negara. Kejatuhan Suharto kiranya tak lepas dari sumbangan
birokrasi dan para menteri selama ini yang selalu membuat rakyat jengkel di
mana-mana. Kecuali itu, birokrasi kita bersaing dengan birokrasi Negara lain.
Ini terkait dengan persoalan keunggulan-komparatif kita di mata para penanam
modal internasional. Beberapa Negara konon membatalkan penanaman modalnya,
karena biaya-sampingan untuk berbisnis di Indonesia, terutama dalam urusannya
dengan tetek-bengek birokrasi dan keamanan, terlalu tinggi. Ada pula hal lain
yang menjadikan birokrasi tak boleh beranggapan bahwa. dirinya memonopoli
produk layanan. Dia berkompetisi dengan perdangan internasional. Karena birokrasi
kita rewel, maka harga barang dagangan kita di pasar internasional lebih mahal
dibanding barang serupa dari Negara lain. Ekonomi biaya tinggi, yang antara
lain diakibatkan oleh cara kerja birokrasi yang brengsek, menjadikan daya-saing
kita lemah. Akibatnya kegiatan produksi dan industri pada umumnya menurun.
Banyak tengara kerja kemudian menganggur, atau terpaksa menyelundup ke Malaysia
dan menjual harga diri di Arab Saudi untuk mencari penghidupan.
Tapi
skenario perang melawan birokrasi semacam di atas di samping tidak populer bagi
gelora muda mahasiswa juga tampaknya belum pernah dicontohkan oleh Negara
manapun di dunia ini. Lagi pula tampaknya otak kaum terdidik selalu berpikiran,
bahwa semua harus dimulai dari atas, dari Jakarta. Tidak sebagaimana buruh yang
mampu mendesak majikannya, rasanya belum pernah terdengar bahwa pegawai negeri
dapat menekan apalagi mendongkel pemerintahnya sendiri. Apalagi ketika pegawai
negeri tersebut berada dalam cengkeraman mekanisme struktural (dan bahkan
kultural) yang tidak memungkinkan mereka melakukan pemberontakan.
Oleh
karena itu, adalah masuk akal jika aktivis yang disebut di atas menimpali saran
penulis dengan mengatakan, bahwa bersihnya administrasi pemerintah (termasuk
netralitas-politik pegawai negeri dan tentara) memang merupakan salah satu
tujuan gerakan mahasiswa saat itu. Tapi, lanjutnya, mahasiswa harus mendongkel
yang di atas, baru yang di bawah. Lagi pula, tambahnya, bukankah para pegawai
negeri itu berpenghasilan kecil? Meraka adalah kawula alit yang disengsarakan
oleh "bos"nya sendiri. Sekalipun penulis kurang menyetuji pendapat
terakhir ini, tetapi waktu itu penulis mengiyakan saja. Disamping penulis tidak
mampu membangun argumen (apalagi teori) tentang "pemberontakan dari dalam",
juga karena penulis waktu itu sedang tidak punya harapan sama sekali akan
adanya perubahan di negeri kita.
Bahwa
kemudian perubahan itu ada dan terbuka, tentu kita semua gembira (dan
terkejut). Untuk mengungkapkan kegembiraan itu, pikiran tentang reformasi
administrasi pemerintah ini dirumuskan.
a). Definisi
Istilah
"administrasi pemerintah" memiliki pengertian teramat luas,
sebagaimana luasnya campur-tangan pemerintah dalam kehidupan kita.
Istilah-istilah yang memiliki arti yang mirip dengannya adalah administrasi,
administrasi publik, manajemen publik atau bahkan birokrasi. Dalam tulisan ini
"administrasi pemerintah" dibatasi dalam pengertian: struktur dan
prosedur yang dilakukan pemerintah untuk melakukan perlindungan dan pengaturan
terhadap warga Negaranya.
Sebagaimana
diketahui, tujuan hakiki dari setiap Negara adalah menciptakan kesejahteraan
dan keamanan bagi para warganya. Untuk mencapai tujuan ini, adalah pemerintah
yang harus melakukan perlindungan dan pengaturan terhadap kegiatan-kegiatan
masyarakat. Aktivitas pengaturan dan perlindungan inilah yang dalam tulisan ini
disebut sebagai administrasi pemerintah. Produk dari administrasi pemerintah
bisa berupa barang (jalan, pelabuhan, telepon, dll), tapi bisa pula berupa
dokumen. Tulisan ini membatasi diri pada produk yang terakhir ini. Dan yang
dimaksud dengan "dokumen" dapat berupa surat bukti (misalnya KTP,
paspor, sertifikat tanah, STNK), dapat berupa surat keterangan (seperti SKKB),
surat ijin (misalnya ijin usaha, IMB, pengesahan Amdal) atau dokumen sejenis
lainnya.
b). Masalah
"Barang"
yang merupakan produk administrasi pemerintah di atas terkesan sederhana, akan
tetapi sesungguhnya dia sangat penting. Bahkan semua kegiatan suap-menyuap,
dalam jumlah ribuan hingga puluhan juta rupiah, boleh dikata berlangsung hanya
untuk memperebutkan produk pemerintah seperti di atas. Dan itu diakui
berlangsung sangat kental di Negara kita. Sehingga, kalau Negara kita dinilai
sebagai salah satu Negara yang paling korup di dunia, sesungguhnya kebusukan
ini tidak hanya terjadi di tingkat pelaku-pelaku politik nasional (presiden,
menteri dan lembaga-lembaga setara dengannya), melainkan juga dan bahkan
mungkin paling banyak terjadi di tingkat birokrasinya (mulai dari sekjen dan
dirjen hingga kelurahan). Karena itu, pendongkelan sebuah kekuatan politik dari
kursi kedudukannya sebenarnyalah tidak akan terlalu banyak bermakna jika
birokrasinya juga tidak "didongkel", terutama karena selama ini
birokrasi tersebut adalah birokrasi yang sangat loyal (dan hanya loyal) kepada
kekuatan politik yang memerintahnya.
BERSAMBUNG...................
UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar