Jumat, 27 September 2013

KINERJA ORGANISASI



Good Governance dan Kinerja Organisasi Publik

Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis.
Implementasi kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa ini, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik. Berpindahnya sebagian tanggung jawab penyelenggaraan negara ke daerah ini, tentu saja harus didukung oleh kesiapan daripada stakeholder penyelenggara daerah.
Mutu pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara layanan dan kepuasan penerima layanan menjadi tolok ukur kesuksesan  kebijakan desentralisasi. Untuk dapat mencapai mutu layanan yang terbaik  tentunya dibutuhkan perbaikan terus menerus yang dilakukan secara gradual oleh semua stakeholder salah satunya adalah dengan mempraktekkan prinsip-prinsip Good Governance.
United Nation Development Program (UNDP) mendefenisikan governance sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”.
Sehingga secara sederhana governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena government hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor dan civil society. Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah atau birokrasi, sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama.
Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Sehingga berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka penambahan kata sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki dari masing-masing aktor tersebut atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin dicapai. Berdasarkan pengertian ini, good governance berorientasi pada :
  1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti : legitimacy (apakah pemerintah) dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat, accountability (akuntabilitas), securing of human rights autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control.
  2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan Good Governance, Mardiasmo (2002;18) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah menciptakan Good Governance, dimana pengertian dasarnya adalah Kepemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab  sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif.
Dengan paradigma ini peran serta masyarakat dan swasta  dalam pemerintahan akan semakin besar. Dengan peran yang besar tersebut tentunya mesayarakat, swasta dan negara harus mempunyai daya yang besar pula untuk dapat menggerakkan peran yang besar tersebut. Dalam menyelenggarakan good governance peran pemerintah atau Negara dengan sendirinya mengalami pergeseran yang tadinya adalah sebagai rowing atau sebagai penggerak berubah menjadi steering atau pengendali dan akhirnya sebagai serving atau pemberi layanan terhadap kebutuhan masyarakat.  Negara dan swasta akan bersama-sama memberikan pelayanan terhadap berbagai kebutuhan masyarakat sedangkan dari masyarakat Negara atau pemerintah dan swasta akan mendapatkan kontrol dan arah kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Hari ini implementasi Good Governance dalam penyelenggaran negara dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian salah satu masalah yang sangat mengganggu adalah ketidak berdayaan pemerintah didalam memberikan pelayanan yang paripurna kepada semua stakeholder. Dimana penyelenggaraan pelayanan yang dijalankan oleh organisasi pemerintah masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:
  1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
  2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
  3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
  4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
  5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
  6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
  7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dinamika masyarakat yang terus bergerak menuntut kesiapan birokrasi negara agar dapat mewujudkan administrasi negara yang mampu  mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas serta fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan mendesak diterapkannya prinsip-prinsip good governance. Adapun karakter good governance menurut UNDP adalah sebagai berikut :
  1. Participation, setiap warga mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
  2. Rule of Law, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
  3. Transparancy, yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.
  4. Responsiveness, setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harsu mencoba melayani setiap stakeholders.
  5. Consensus orientation, Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
  6. Equity, semua wrga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
  7. Effectiveness and efficiensi. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan produknya sesuai dengan yang telah digariskan, dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
  8. Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penananam Modal (Bappeda dan PM) Kota Baubau adalah merupakan bagian dari unsur state dalam penyelenggaraan Governance serta merupakan unsur pelaksana 


DAN SETERUSNYA ......................................................





DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Dwiyanto, Agus, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik,  Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus,dkk,  2002, Reformasi Birokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Pusat Studi Kependudukan dan dan Kebijakan, UGM.
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta Penerbit Andi.
________, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta, Penerbit Andi
Ratminto & Winarsih, 2006, Manajemen Pelayanan. Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen Charter Dan SPM, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Bandung, Mandar Maju
Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi, Tinjauan Dari Aspek Politik dan Administrasi, Bekasi, Gugus Press.
Tambunan, Rudi M, P, 2008, Pedoman Penyusunan Standard Operating Prosedure (SOP), Jakarta, Maietas Publishing.
Tangkilisan,Hesel,Nogi S, 2005, Manajemen Publik, Jakarta, PT. Grasindo.
Thoha, Miftah, 2009, Perilaku Organisasi: Konsep dasar dan Aplikasinya,Jakarta, Rajawali Pers.
Wasisistiono, Sadu, Dkk, 2001, Etika Hubungan Legislatif Dan Eksekutif Dalam Rangka Pelaksanan Otonomi Daerah, Jatinangor, Alqarint.
Winardi,J, 2009, Teori Organisasi dan Pengorganisasian,  Jakarta, Rajawali Pers.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar