Pelaksanaan
Prinsip-prinsip Good Governance dan Reinventing Government dalam
Pelayanan Publik
PEMBAHASAN
A. Paradigma Good Governance dalam Pelayanan Publik
Penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada paradigma rule government
(pendekatan legalitas). Dalam merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan
senantiasa didasarkan pada pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta
dalam prosesnya menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan
atau mendasarkan pada pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government
atau pendekatan legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan
kewenangan atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan
kurang memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan stakeholder
(pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat).
Penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good
governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah
berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau hanya untuk
kepentingan pemeintahan daerah. Paradigma good governance, mengedepankan proses
dan prosedur, dimana dalam proses persiapan, perencanaan, perumusan dan
penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan kebersamaan dan dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pelibatan
elemen pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi sangat penting, karena
merekalah yang memiliki kompetensi untuk mendukung keberhasilan dalam
pelaksanaan kebijakan. Pelibatan masyarakat juga harus dilakukan, dan
seharusnya tidak dilakukan formalitas, penjaringan aspirasi masyarakat (jaring
asmara) tehadap para pemangku kepentingan dilakukan secara optimal melalui
berbagai teknik dan kegiatan, termasuk di dalam proses perumusan dan penyusunan
kebijakan.
Penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen
pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang
dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance)
dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan
dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat,
dan meningkatkan pelayanan publik.
Kebijakan
pelayanan publik di era otonomi daerah sangat strategis dalam upaya mewujudkan
kepemerintahan yang baik, dengan demikian pelayanan publik memiliki nilai
strategis dan menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Menjadi pertanyaan, apakah
fungsi pemerintahan yang lainnya tidak strategis dan tidak prioritas? Bukankah
dalam penyelenggaraan pemerintahan juga banyak masalah yang mendesak yang harus
ditangani? Jawabannya tidak sederhana. Tetapi kalau kita memahami essensi
kepemerintahan yang baik dan hubungannya dengan tujuan pemberian otonomi daerah,
maka sebenarnya jelas arahnya, yaitu pemerintah daerah diberi tugas dan fungsi,
serta tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang
baik.
Beberapa
pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan non perizinan)
menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan
kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa
pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena
dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan
buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang buruk
sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan
ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah.
Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang
kurang baik.
Kinerja
manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan berbagai faktor, antara
lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpinan, pimpinan manajerial
atas, menengah dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya
untuk berama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selain itu, kurangnya
komitmen untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatkan kualitas
manajemen kinerja dan kualitas pelayanan publik. Contoh: Banyak Pemerintah
Daerah yang gagal dan/atau tidak optimal melaksanakan kebijakan pelayanan
terpadu satu atap, tetapi banyak yang berhasil menerapkan kebijakan pelayanan
terpadu satu atap (seperti; Jembrana, Solok, Sragen dan daerah lainnya)
Meningkatnya
kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen
pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara pemerintahan untuk
menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Perubahan signifikan pelayanan
publik, akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap
meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.
Terselenggaranya
pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan,
disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap
perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan perilaku aparat
pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Tidak
kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk menurunkan
atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di
semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam
pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan
masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada
jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan
pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
Paradigma
good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stakeholder
pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat pemerintah daerah
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan daerah, guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Banyak pemerintah daerah yang telah
mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan peningkatan
kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.
Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.
B. Desentralisasi dan Reformasi Pelayanan Publik
Otonomi
daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
perundang-undangan. Dengan otonomi daerah berarti telah dipindahkan sebagian
besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat kepada daerah otonom,
sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan
masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat
kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan
otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diharapkan
akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.
Beberapa
aspek yang perlu mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan otonomi daerah
antara lain pelayanan publik, formasi jabatan, pengawasan keuangan daerah dan
pengawasan independen. Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah
bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif,
sehingga dapat mendesain standar Pelayanan Publik yang mudah, murah dan cepat.
Pelayanan publik merupakan bagian dari pemerintahan yang baik (good governance)
yang salah satu parameternya adalah cara aparatur pemerintah memberikan
pelayanan kepada rakyat. Prinsip good governance bisa terwujud jika
pemerintahan diselenggarakan secara transparan, responsif, partisipatif, taat
hukum (rule of law), sesuai konsensus, nondiskriminasi, akuntabel, serta
memiliki visi yang strategis.
Bila
kita mengamati lebih dalam praktik negara atau pemerintah kita terkait dengan
pelayanan publik, maka tampak jelas bahwa arah dan kebijakan layanannya tidak
pasti. Masyarakat atau rakyat pada dasarnya memiliki hak-hak dasar, yang harus
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya atau paling tidak terjamin
pelaksanaannya. Akan tetapi, dalam realitasnya, banyak arah dan kebijakan
layanan publik tidak ditujukan guna peningkatan kesejahteraan publik. Namun
sebaliknya, layanan publik mendorong masyarakat atau rakyat untuk “melayani”
elit penguasa.
Pemerintah
melahirkan berbagai kebijakan dalam bentuk hukum, perundang-undangan,
peraturan-peraturan dan lainnya bertalian dengan layanan publik. Berbagai
kebijakan itu katanya bermaksud hendak melindungi hak-hak warga negara,
meskipun dalam praktiknya banyak yang melanggar kepentingan warga negara,
misalnya penggusuran lahan rakyat untuk bangunan super market. Pengalihan
fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan industri adalah kebijakan
layanan publik yang melanggar hak-hak warga, khususnya kaum tani. Pelayanan
publik yang buruk merupakan salah satu bentuk penyimpangan, penyalahgunaan
wewenang, dan maladministrasi.
Maladministrasi
adalah tindakan atau perilaku penyelenggara administrasi negara dalam pemberian
pelayanan publik yang bertentangan dengan kaidah serta hukum yang berlaku.
Atau, menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir) yang menimbulkan
kerugian serta ketidakadilan. Prinsip “kalau bisa dipersulit kenapa harus
dipermudah” salah satunya juga dimotivasi perilaku mencari keuntungan sesaat
kalangan aparatur pemerintah yang bertugas memberikan pelayanan publik.
Masyarakat yang tidak tahan diperlakukan demikian oleh pemberi pelayanan publik
akhirnya terjebak ikut berbuat tercela dengan memberikan suap kepada aparat
selaku pemberi layanan.
Reformasi
pelayanan publik ternyata masih tertinggal dibanding reformasi di berbagai
bidang lainnya. Sistem dan filsafat yang mendasari pelayanan publik di
Indonesia tidak hanya ketinggalan jaman, tetapi juga menghasilkan kinerja
dibawah standar dalam masyarakat yang berubah secara cepat. Kita masih jauh
tertinggal dibanding Filipina, Malaysia dan Thailand dalam indikator-indikator
gabungan kualitas birokrasi, korupsi, dan kondisi sosial ekonomi.
Pendidikan,
Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar pelayanan publik
yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah) kepada rakyat.
Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim
investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai
akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh
institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai permasalahan; masih
terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi
yang terkesan berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor
penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:
- Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali tidak pro rakyat.
- Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
- Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
- Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
smua file word (doc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar