Senin, 09 Juni 2014

Politik Hukum Keimigrasian



Politik hukum keimigrasian di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa. Pada masa pemerintahan colonial misalnya, Institusi Imigrasi berbentuk Dinas Imigrasi dibawah pemerintahan Hindia Belanda , orang asing yang masuk secara illegal dimungkinkan untuk memperoleh kartu ijin masuk yang sah, sehingga banyak orang asing yang masuk tanpa prosedur keimigrasian dan menarik banyak orang asing pendatang untuk masuk dan bekerja di Indonesia tanpa adanya pembatasan yang menyebabkan tenaga kerja semakin murah dan menguntungkan bagi kaum capital. Pada masa ini kebijakan Imigrasi dikenal open door Policy.
Pada tahun 1950 sampai dengan 1992, Jawatan Imigrasi telah beralih dari pemerintah hindia Belanda ke pemerintahan Indonesia. Kebijakan yang sebelumnya bersifat open door policy telah menjadi Politik hukum yang didasarkan pada kepentingan Nasional yaitu politik saringan. Beberapa perubahan telah terjadi baik dari segi peryaratan maupun adminstrasi dibidang keimigrasian, yang menyaratkan oarng asing pendatang harus membawa keuntungan secara ekonomi untuk Indonesia. Selain itu pada masa ini pertama kali adanya penetapan Tindak Pidana Keimigrasian sebagai kejahatan sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 8 Drt. Tahun 1955 tentang tindak pidana Imigrasi. Hal ini dapat dilihat bahwa Pemerintah saat itu melihat tingginya dampak yang merugikan dengan hadirnya orang asing pendatang di Indonesia.
Pada tahun 1992 sampai dengan tahun 2011, telah terjadi era baru dalam system hukum Keimigrasian, karena politik hukum Keimigrasian yang bersifat selective secara yuridis dijabarkan dalam satu ketentuan hukum yang berlaku secara nasional melalui Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang mengganti 7 peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur hal ikhwal keimigrasian secara terpisah. Menurut Dr. M. Iman Santoso , yang menjadi permasalahan selanjutnya dengan lahirnya UU No. 9 / 1992 ini apakah politik hukum selective benar-benar dilaksanakan? Karena bersamaan dengan dengan waktu itu dikeluarkan suatu kebijakan Bebas Visa Kunjungan yang diberikan secara bertahap kepada 48 Negara yang telah dikeluarkan secara bertahap sejka tahun 1983. Hal ini menunjukkan bahwa politik hukum Keimigrasian semakin bernuansa terbuka. Masih menurut beliau, walaupun secara de yure diisyaratkan selective dalam hal lalu lintas orang keluar dan masuk wilayah RI, tetapi secara defacto wilayah Indonesia menjadi terbuka terhadap setiap kedatangan orang asing dari 48 negara tersebut tanpa melihat manfaat secara keseluruhan dan pertimbangan untuk rugi ( cost and benefit) bagi bangsa Indonesia.
Bagaimana Politik hukum Keimigrasian saat ini?sebelum penulis mencoba menjabarkannya, penulis akan menjelaskan apakah yang dimaksud dengan Politik Hukum. Pada dasarnya definisi Politik hukum menurut para Ahli hukum memiliki kesamaan unsur, yaitu : kebjakan resmi ( legal Policy ) oleh pemerintah tentang hukum apa yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan Negara. Sebgai contoh menurut Padmo Wahyono Politik hukum merupakan kebjakan dasar yang menetukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Sedangkan menurut Syaukani Imam, Politik hukum Nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum akan, sedang dan telah berlaku , yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat untuk mecapai tujuan Negara. Menurut Prof. Mahfud MD politik hukum sangat dipenagruhi oleh Konfigurasi politik suatu Negara, apakan Negara demokratis atau Otoriter.
Jika dicermati dengan lahirnya Undang-undang No. 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia maupun konvensi Internasional. Hukum Keimigrasian merupakan kajian yang sifatnya multi aspek, seperti dalam hal pemberian izin tinggal terbatas misalnya harus melihat dari sisi hukum perkawinan bagi mereka yang menikah dengan WNI, apakah pernikahannya merupakan pernikahan yang real? Atau nikah semu, begitu juga bagi mereka yang bekerja, apakah sudah sejalan dengan politik hukum ketenagakerjaan di Indonesia yang lebih mengutamakan perlindungan bagi WNI untuk memperoleh jabatan dan pekerjaan di Indonesia.
Oleh karenanya kehadiran TKA yang bekerja di Indonesia dibatasi secara kuantitas jabatan yang dapat ditempati serta waktu / masa kerjanya. Pemerintah Indonesia menginginkan agar kehadiran TKA membawa dampak positif dalam pemberian devisa, ahli teknologi, dan meningkatkan daya saing yang menimbulkan motivasi bagi TKI untuk lebih mengembangkan diri sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Oleh karenanya politik hukum keimigrasian dalam hal pemberian Ijin tinggal misalnya, dapat dikatakan bahwa berdasarkan pada asas manfaat secara perekonomian dan Asas kesetaraan gender bagi mereka yang memperoleh Ijin tinggal karena pernikahan campuran. Selain hal diatas Asas Penghormatan terhadap HAM juga dapat dilihat dari segi perlindungan terhadap WNA korban perdagangan manusia dan pemberian kesempatan bagi WNA yang menikah dengan WNI untuk berusaha dan bekerja di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.


 BERSAMBUNG......... !!



UNTUK LENGKAPNYA SILAHKAN HUBUNGI KAMI....
 smua file word (doc) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar